Keistimewaan Ulama Al-Azhar

Keistimewaan Ulama Al-Azhar

KEISTIMEWAAN ULAMA AL-AZHAR

"Aku mesti mencatatkan mulahazhah (hal yang dilihat) penting, yaitu: al-masyaariqah (orang-orang timur) menerima ucapan orang yang mengkritik dengan lapang dada.

Aku mengkritik Syekh Mahmud Syaltut, beliau pun mengkritikku, dan ketika kami berjumpa seakan tidak terjadi apa2 antara kami. Beliau berkata padaku: "Ilmu adalah ikatan antara sesama ahlinya, dan perbedaan dalam pendapat antara kita tidak merusak ikatan itu".

Antara aku dan Abdullah al-Qashimi an-Najdi terjadi perang panas di beberapa majalah, dan meskipun begitu, kami saling jumpa dan bertukar pembicaraan, bahkan suatu kali dia menawarkan agar aku bergabung dengan mereka san berkata padaku: "Kamu merupakan seorang muhaddits dan banyak mencari tahu, bergabungnya kamu dengan kami bermanfaat bagi kami, bergabunglah san aku menjamin 3 hal untukmu: haji dengan biaya pemerintah Saudi, gaji bulanan dan perayaan besar di Continental yang dihadiri oleh para ulama dan pembesar (orang2 penting) sebagai penghargaan untukmu". Dan aku menolak tawaran ini.

Antara aku dan Syekh Sayyid Abu ath-Thubaji peperangan selama lebih dari satu tahun, kemudian berkenalan dan menyalamiku dengan penuh kehangatan seperti yang lalu. Begitulah keadaan di Mesir; para ulama, para sastrawan dan para penulis berbeda pendapat, kadang kritikan sangat panas, tidak terjadi pemutusan hubungan antara mereka dan tidak terjadi permusuhan. Dan di antara pepatah yang umum mereka:

اختلاف الرأي لا يفسد الود قضية

"Perbedaan pendapat tidak merusak hubungan baik".

Ketika aku kembali di Maghrib (Maroko, bagian barat dari daerah Islam) aku menemukan hal benar-benar berbeda; apabila kamu mengkritik seseorang maka orang itu akan menganggapmu musuhnya, dia pun melontarkan dengan banjir hinaan, memutuskan hubungan dan mendengkimu, karena al-magharibah (orang2 Maghrib karena di kawasan bagian barat) kurang dalam metode berfikir, karenanya jika salah satu dari mereka dipercayai sampai derajat besar di puncak keilmuan dan sastra maka orang yang mengkritiknya berarti telah menjatuhkan dan menganggap dirinya sebagai orang yang bodoh, tidak sampai dalam fikirannya bahwa manusia bisa saja salah, perbedaan pendapat dari orang lain tidak menjatuhkan kedudukannya dan tidak berarti menganggapnya bodoh.

Seorang alim atau pun sastrawan, apabila salah dalam suatu masalah atau beberapa masalah; tidak berarti hal itu mengurangi kemuliaannya. Kita menemukan banyak dari para imam yang pernah salah dan mereka tetap dalam kedudukan mereka, mereka tetap dalam posisi yang agung, tapi semua ini tidak dikenal dan diterapkan di Maghrib".

—Sumber : Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani rahimahullah dalam kitab bioghrafi Beliau "Sabil at-Taufiq" hal 71-72 cetakan Maktabah al-Qahirah

Belajar dari mursyid beliau yang menulis buku yang dinukilkan di atas dan para masyayikh yg lain juga, maka Maulana Syekh Yusri Rusydi al-Hasani hafizhahullah sangat mengikuti panduan tarbiyah sunnah yang sering dilupakan, yaitu tarbiyah Sayyiduna Nabi ﷺ yang 90% adalah dengan taghaful (yaitu mengenyampingkan hal buruk seakan tidak melihatnya) tapi terus mendidik.

Maka dari itu... Kita tentu melihat berbagai foto Syeikh-syeikh kita yang terpampang dengan orang2 yang kita anggap berbeda, terkadang bahkan non muslim atau ada yang bermasalah, boleh jadi itu diri kita sendiri, yang sebenarnya tidaklah sempurna. Ya, tentu kita melihat itu adalah ketawadhu'an Syekh yang ingin berfoto (mengabadikan moment) dan ramah dengan sesama.

Tentang perbedaan atau pendapat/kelakuan yang tidak lurus 100% tentu bukan berarti moment foto atau acara menunjukkan persetujuan dengan berbagai hal buruk yang dilakukan oleh pihak2 lain, tapi berharap moment tersebut menjadi wasilah dido'akan Syeikh atau dinasehati agar menjadi lebih baik.

Selama ini, kita rajin membaca kitab asy-Syifa. Dan pengarangnya "al-Qadhi 'Iyadh" kata Syejkh Yusri merupakan pendukung imam Mahdi palsu di masanya, sehingga pada akhirnya Al-Qadhi Iyadh rahimahullah di penjara & meninggal di sana. Jadi ulama itu kadang bisa saja melakukan kesalahan atau hal2 yang tidak tepat, dan nyatanya kita tetap menghargai dan menikmati karya2 indah dari al-Qadhi 'Iyadh.

Intinya.... Kita manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Kita memerlukan belajar dan bimbingan, makanya kita bahagia ketika punya kesempatan untuk itu dengan bertemu para ulama Rabbani. Dan di hadits: "Tidak beriman seseorang kecuali mencintai saudaranya mendapatkan sesuatu yang juga diinginkannya untuk dirinya."

Maka marilah berbahagia saat saudara2 kita berkesempatan untuk bertemu ulama itu juga.

Wallahu'alam...

baca juga kajian tentang ulama berikut :

Sumber FB : Ahbab Maulana Syeikh Yusri Rusydi Al Hasany

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Keistimewaan Ulama Al-Azhar". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait