Ketika kita mencintai mawar yang kita tanam, kita akan terus menyiraminya, memupuknya dan merawatnya dengan kasih sayang, berharap mawar itu akan tumbuh cantik dan harum. Kita juga khawatir kalau mawar itu layu, apalagi bunga yang kita cintai dipetik.
Berbeda dengan sang pemetik mawar, ia hanya menyukai mawar itu, ia petik dan mencium aromanya, jika harumnya hilang, ia akan membuangnya.
Sebagaimana seorang lelaki yang mengatakan cinta kepada seorang wanita, ia akan datang menemui ayahnya Bukan mengajaknya jalani dulu berdua.
Orang tua yang mencintai anak perempuannya, akan memerintahkan ia menutup aurat dan marah jika putrinya menolak. Bukan membiarkannya bebas bermaksiat karena alasan sudah bisa cari uang sendiri atau takut anaknya memberontak.
Suami yang mencintai istrinya, sabar atas kebengkokannya akan berusaha membimbing dan mendidik istrinya, menjadi istri yang shalihah, menjaga keluarganya dari api neraka. Menjadi guru, contoh dan teladan bagi sang istri. bukan justru mensupport aktifitas istrinya yang salah karena takut atau malas ribut.
Teman yang baik, akan mengingatkan, menegur, menasehati, lalu merangkul temannya sekuat tenaga ketika ia tergelincir kedalam maksiat.
Bukan justru mendukung dengan alasan solid dan membiarkannya hingga terjatuh ke jurang.
Cinta yang tumbuh karena iman, amal shalih dan akhlak mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.
Imam Sufyan ats-Tsaury berkata :
"Jika engkau mengaku mencintai seseorang karena Allah, lalu ketika dia melakukan sebuah dosa engkau tidak marah kepadanya, maka hakekatnya engkau tidak mencintainya karena Allah. (Hilyatul Auliya jilid 7hlm. 34)
Sumber FB Ustadzah : Wilda Wahab