Hukum Tatto dan Status Bersucinya Orang Bertatto

HUKUM TATTO DAN STATUS BERSUCINYA ORANG BERTATTO

HUKUM TATTO DAN STATUS BERSUCINYA ORANG BERTATTO

Hukum dasarnya : orang yang bertatto maupun orang yang men-tatto sama-sama terkena keharaman, dosa besar, karena ada la'nat dari Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam. 

Cara taubatnya adalah wajib menghilangkan secepatnya, kalau ditunda-tunda maka terkena dosa terus. 

Kalau tidak dihilangkan, maka wudhu, mandi, shalatnya, tidak sah semua. Jika kulit yang bertattonya menyentuh air, cairan, atau sesuatu yang basah, maka semuanya menjadi najis.

Ketentuan ini berlaku pada orang yang memenuhi semua kriteria ini : 

1). sudah baligh, 

2). berakal, 

3). melakukannya tanpa paksaan, 

4). tau itu haram, 

5). tidak ada hajat, dan 

6). mampu menghilangkan tanpa takut mahdzurut tayammum.

Maka :

1). Kalau diwaktu kecil, belum baligh, ayahnya men-tatto tubuh si anak, kemudian si anak sudah besar tau itu haram, maka ga wajib menghilangkan. Dan wudhu, mandi maupun shalatnya : sah. Ayahnya yg men-tatto tetap terkena dosa.

2). Kalau sudah dewasa tapi gila, dan dia men-tatto diri sendiri atau ditatto orang, maka juga tidak dosa dan nanti tidak wajib di hilangkan kalau sudah sadar. Wudhu, mandi, dan shalatnya tetep sah.

3). Kalau badan seseorang ditatto karena paksaan, misal kalau gamau di tatto bakal dibunuh, dan orang yang memaksa benar² bisa melakukan ancamannya, maka dia tidak dosa, dan tidak wajib menghilangkan. Wudhu, mandi, dan shalatnya tetep sah.

4). Kalau tidak tau itu haram, maka tidak dosa dan tidak wajib di hilangkan ketika sudah tau. Wudhu, mandi, dan shalatnya tetap sah. Tapi ini memang benar-benar tidak tau, bukan pura-pura tidak tahu atau tidak mau tau, contoh tidak mau tau misal lingkungannya banyak orang Islam, atau mau belajar Islam mudah, tapi ga belajar.

5). Kalau ada hajat, kebutuhan, misal buat pengobatan penyakit yang kata dokter yang menangani setahunya cuman itu, maka tidak dosa, tidak wajib dihilangkan. Wudhu, mandi dan shalatnya juga sah.

6). Kalau dia bertatto dalam keadaan baligh, berakal, keinginan sendiri, tau itu haram, ga ada hajat syar'i, kemudian dia ingin bertaubat, tapi satu-satunya cara menghilangkan tatto tersebut justru dengan membahayakan diri sampai pada taraf mahdzurut tayammum, maka tidak wajib dihilangkan. Wudhu, mandi dan shalatnya tetep sah. 

Praktek 1 sampai 5 tidak ada dosa. Praktek nomor 6 terkena dosa, cara taubatnya dengan menyesali dengan sungguh-sungguh dan berjanji ga mengulangi lagi.

Masalah terkena sesuatu yang basah nanti jadi najis semua hanya berlaku pada orang yang memenuhi kriteria 1 sampai 6 diatas, yaitu orang yang baligh, berakal, tanpa paksaan, tau itu haram, tidak ada hajat, dan mampu menghilangkan tanpa takut mahdzurut tayammum.

Mahdzurut tayammum atau bahaya² yang membolehkan tayammum ada 4 :

1. Bertambah sakit.

2. Semakin lama sembuh.

3. Menyebabkan luka atau cacat yang buruk pada anggota dzahir, seperti wajah dan telapak tangan.

4. Hilangnya kemanfaatan suatu anggota tubuh.

Wallahu a'lam bis showab 

Referensi :

Is'ad al-Rafiq [2/122]

ومن معاصي البدن عقوق الوالدين و الفرار من الزحف إلي أن قال… والوشم اهـ وهو اي الوشم غرز الجلد بالإبرة حتي يخرج الدم ثم يذر عليه ما يخشى به المجل من نيلة او نحوها ليزرق أو يسود.

I'anah al-Thalibin [1/127]

(تتمة) تجب إزالة الوشم - وهو غرز الجلد بالإبرة - إلى أن يدمى، ثم يذر عليه نحو نيلة فيخضر لحمله نجاسة هذا إن لم يخف محذورا من محذورات التيمم السابقة في بابه، أما إذا خاف فلا تلزمه الإزالة مطلقا.

وقال البجيرمي: إن فعله حال عدم التكليف كحالة الصغر والجنون لا يجب عليه إزالته مطلقا، وإن فعله حال التكليف فإن كان لحاجة لم تجب الإزالة مطلقا وإلا فإن خاف من إزالته محذور تيمم لم تجب وإلا وجبت، ومتى وجبت عليه إزالته لا يعفى عنه ولا تصح صلاته معه

[البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,1/127]

Hasyiyah al-Syarwany 'ala Tuhfah al-Muhtaj [2/127]

هَذَا الْكَلَامُ فِيهِ إذْ فَعَلَهُ بِنَفْسِهِ أَوْ فُعِلَ بِهِ بِاخْتِيَارِهِ فَإِنْ فُعِلَ بِهِ مُكْرَهًا لَمْ تَلْزَمْهُ إزَالَتُهُ قَوْلًا وَاحِدًا قُلْت وَفِي مَعْنَاهُ الصَّبِيُّ إذَا وَشَمَتْهُ أُمُّهُ بِغَيْرِ اخْتِيَارِهِ فَبَلَغَ.

Hasyiyah al-Bujairami 'ala al-Khatib [1/444]

قَالَ سم: وَلَا يَبْعُدُ عُذْرُ مَنْ وَشَمَ جَاهِلًا بِالتَّحْرِيمِ إذَا كَانَ مِمَّنْ يَخْفَى عَلَيْهِ ذَلِكَ وِفَاقًا لِلرَّمْلِيِّ اهـ.

[البجيرمي ,حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ,1/444]

Mawsu'ah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah

الأُْولَى: الْوَشْمُ إِذَا تَعَيَّنَ طَرِيقًا لِلتَّدَاوِي مِنْ مَرَضٍ فَإِنَّهُ يَجُوزُ؛ لأَِنَّ الضَّرُورَاتِ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ.

Hasyiyah al-Syarwany 'ala Tuhfah al-Muhtaj [2/127]

وَحَيْثُ لَمْ يُعْذَرْ فِيهِ وَلَاقَى مَاءً قَلِيلًا أَوْ مَائِعًا أَوْ رَطْبًا نَجَّسَهُ كَذَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ - رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى - اهـ. 

Al-Fiqh al-Manhaji 'ala Madzhab al-Syafi'i [3/102]

قال الفقهاء: والموضع الذي وشم يصير متنجساً، لانحباس الدم فيه. فإن أمكن إزالته بالعلاج، وجب، وإن لم يمكن إلا بالجرح، فإن خيف منه حدوث ضرر، أو عيب فاحش في عضو ظاهر، كالوجه، والكفين، وغيرهما، لم تجِب إزالته وتكفي التوبة في سقوط الإثم، وإن لم يخف شيء من ذلك، لزم إزالته، ويعصي بتأخيره.

[مجموعة من المؤلفين، الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي، ١٠٢/٣]

by Ustadz : M Syihabuddin Dimyathi

Sumber FB Group : Kajian Fikih Fathul Qarib

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Hukum Tatto dan Status Bersucinya Orang Bertatto". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait