Bumi Bulat vs Datar I

Bumi Bulat vs Datar I

๐—•๐—จ๐— ๐—œ ๐—•๐—จ๐—Ÿ๐—”๐—ง ๐—ฉ๐—ฆ ๐——๐—”๐—ง๐—”๐—ฅ ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ถ๐—ฎ๐—ป ๐—œ

Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq 

Perdebatan tentang teori bumi bulat dan datar sudah berlangsung sekian lama. Di dunia Islam para ulama dan ilmuwan telah berdebat dengan sangat hangat sejak abad ke delapan hingga puncaknya di abad ke 11 masehi. 

Setelah itu, cenderung dingin karena para ulama yang didukung oleh para ilmuwan muslim seperti al Biruni  kala itu mayoritasnya menguatkan pendapat bumi bulat.

 Sedangkan dunia Barat jauh tertinggal, di abad ke 15 pihak gereja masih keukeuh dengan dogma agamanya bahwa bumi itu datar, siapapun yang mengikuti pendapat bahwa bumi ini bentuknya bulat akan divonis sesat. Bahkan tidak sedikit tokoh-tokoh pengusungnya dijatuhi hukuman mati.

Dunia barat baru mulai mengakui teori bumi ini bulat atau tepatnya bundar setelah masuk abad ke 16 Masehi. Dimana Nicoulas Copernicus yang dikatakan sebagai yang mencetuskannya. Bukan Barat kalau tidak suka mengklaim, mereka lalu menyatakan bahwa Copernicus-lah ilmuwan pertama yang menggulirkan teori bumi bulat. Padahal ilmuwan muslim 5 abad sebelumnya sudah tegas menyatakannya.

Setelah teori bumi bulat meluas dan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan, kalangan pendukung bumi datar bisa dikatakan mati suri belasan abad, kalau toh hidup terbatas dikalangan tertentu seperti kalangan pengikut gereja Katolik.

Namun akhir-akhir ini pengusung teori ini kembali bangkit dan menguat. Mengundang perdebatan lama dengan gaya baru. Hanya anehnya perdebatan bukan hanya dengan bahasa sains, tapi juga dengan klaim pendapat ulama Islam dan juga dalil-dalil agama. Padahal, dalil yang digunakan bisa dikatakan telah selesai di masa lalu. Hari ini hendak didaur ulang kembali. 

Hanya saja, jika dahulu para ulama itu bila membahas sesuatu dengan kejujuran ilmiah dan niat yang baik. Adapun hari ini, kecurangan, tipu muslihat dan niat yang rendah yang banyak mewarnai, termasuk dalam masalah pembahasan : Bumi bulat atau datar.

Sebagian pihak karena hendak menguatkan pendapatnya, dia mencomot dalil lalu memelintir sedemikian rupa maknanya. Padahal jika ia mau jujur, tidak perlu bersusah payah, cukup ia menukil pendapat ulama yang menjelaskannya dalam kitab syarah atau tafsir. Sehingga masalahnya ketika semakin dibahas bukan menjadi kian jernih, justru malah bertambah keruh.

Karena hawa nafsu, kepentingan, kebodohan dan bahkan kekurangajaran turut mencemari dunia keilmuan yang seharusnya dijaga keagungannya.

Maka lewat tulisan sederhana ini, saya hendak mengangkat masalah ini hanya dari sisi pendapat ulama saja. Saya akan nukilkan pendapat dan perdebatan di kalangan ahli ilmu beabad-abad yang lalu. Sehingga tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa tulisan saya ini termasuk bahasan yang sudah basi. Bahkan sangat basi. 

Tapi saya selalu yakin, sebasi-basinya peninggalan ulama Islam di masa lalu, masih sangat layak konsumsi di zaman seperti ini, di mana banyak orang kadang sudah tidak peduli lagi halal haram.

Selamat menikmati

๐Ÿญ. ๐—ฃ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐˜ ๐—ฏ๐˜‚๐—บ๐—ถ ๐—ฑ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ฟ

Sejak awal, teori tentang bumi datar telah diyakini oleh banyak bangsa di seluruh dunia, termasuk peradaban Mesir kuno, Babilonia, China kuno hingga beberapa waktu lamanya.  Demikian juga pemahaman agama yang ada, bahkan sebagian menetapkan sebagai bagian dari ajaran agama itu sendiri.

Dan ketika masa keilmuan Islam, pendapat ini masih dipegang oleh banyak orang termasuk diantaranya ulama-ulama terkemuka, diantara pendukung pendapat bahwa bumi ini bentuknya datar adalah :

Imam Thabari rahimahullah, beliau ketika menjelaskan surah al Hijr ayat ke 19 berkata :

‌ ‌ูˆู‡ูˆ ‌ูŠุฑุฏ ‌ุนู„ู‰ ‌ู…ู† ‌ุฒุนู… ‌ุฃู†ู‡ุง ‌ูƒุงู„ูƒุฑุฉ

“Dan ini menjadi dalil yang membantah pernyataan bahwa bentuk bumi itu seperti bola.”[1]

Al Qathani al Andulisy, beliau menyatakan :

ูˆุงู„ุฃุฑุถ ุนู†ุฏ ุฃูˆู„ูŠ ุงู„ู†ู‡ู‰ ู„ุณุทูŠุญุฉ ุจุฏู„ูŠู„ ุตุฏู‚ ูˆุงุถุญ ุงู„ู‚ุฑุขู†

“Bumi menurut para ahli agama adalah datar, dengan dalil yang nyata dari al Quran.”[2]

Imam Mahali dan  Suyuthi rahimahumallah berkata :

ุฃู† ุงู„ุฃุฑุถ ุณุทุญ ูˆุนู„ูŠู‡ ุนู„ู…ุงุก ุงู„ุดุฑุน ู„ุง ูƒุฑุฉ ูƒู…ุง ู‚ุงู„ู‡ ุฃู‡ู„ ุงู„ู‡ูŠุฆุฉ

“Bahwa bumi itu datar dan ini dijelaskan oleh ulama, bukan bulat sebagaimana dikatakan oleh ahli astronom.”[3]

Ats-Tsa’alibi (W. 875 H) juga berkata: “Secara eksplisit, ayat menunjukkan bahwa bumi itu datar bukan bulat, tapi meyakini salah satunya (datar atau bulat) tidak serta-merta menodai syariat, terkecuali jika keyakinan terhadap bumi bulat itu menimbulkan pandangan yang sesat. 

Sedangkan meyakini bentuk bumi datar merupakan makna eksplist dari al-Qur’an, dan keyakinan ini tentu saja tidak menimbulkan kesesatan.”[4]

Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Abdul Qahir al Baghdadi (wafat: 429 H), al Khazin (wafat: 725 H), asy Syaukani (wafat: 1250 H), Abu ath-Thayyib al-Qinnauji (wafat: 1306 H) dan lainnya.

๐——๐—ฎ๐—น๐—ถ๐—น-๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ถ๐—น๐—ป๐˜†๐—ฎ

๐—”.   ๐—”๐—น ๐—ค๐˜‚๐—ฟ’๐—ฎ๐—ป

Adz-Dzariyat 48 :

ูˆَุงู„ْุงَุฑْุถَ ูَุฑَุดْู†ٰู‡َุง ูَู†ِุนْู…َ ุงู„ْู…ٰู‡ِุฏُูˆْู†َ

“Dan bumi itu Kami hamparkan (farasynaha), maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).”

Al-Baqarah  22 :

ุงู„َّุฐِูŠْ ุฌَุนَู„َ ู„َูƒُู…ُ ุงู„ْุงَุฑْุถَ ูِุฑَุงุดًุง

 “Yang menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan (firasya)…”

Al Hijr 19 :  

ูˆَุงู„ْุงَุฑْุถَ ู…َุฏَุฏْู†ٰู‡َุง ูˆَุงَู„ْู‚َูŠْู†َุง ูِูŠْู‡َุง ุฑَูˆَุงุณِูŠَ ูˆَุงَู†ْุۢจَุชْู†َุง ูِูŠْู‡َุง ู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ุดَูŠْุกٍ ู…َّูˆْุฒُูˆْู†ٍ

“Dan Kami telah menghamparkan bumi (madadnaha) dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran."

Ar-Ra’du 3 :

ูˆَู‡ُูˆَ ุงู„َّุฐِูŠْ ู…َุฏَّ ุงู„ْุงَุฑْุถَ ูˆَุฌَุนَู„َ ูِูŠْู‡َุง ุฑَูˆَุงุณِูŠَ ูˆَุงَู†ْู‡ٰุฑًุง

“Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya."

Qaf 7 :

ูˆَุงู„ْุงَุฑْุถَ ู…َุฏَุฏْู†ٰู‡َุง ูˆَุงَู„ْู‚َูŠْู†َุง ูِูŠْู‡َุง ุฑَูˆَุงุณِูŠَ

“Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh.”

Nuh 19 :  

ูˆَุงู„ู„ّٰู‡ُ ุฌَุนَู„َ ู„َู€ูƒُู…ُ ุงู„ุۡงَุฑุۡถَ ุจِุณَุงุทًุง

“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan (bisatho)."

An Naba 6 :

ุฃَู„َู…ْ ู†َุฌْุนَู„ِ ูฑู„ْุฃَุฑْุถَ ู…ِู‡َٰุฏًุง

“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? (mihada).”

An Naziyat 30 :

ูˆَุงู„ْุงَุฑْุถَ ุจَุนْุฏَ ุฐٰู„ِูƒَ ุฏَุญٰู‰ู‡َุงۗ

“Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya (dahaha).”

Al Ghaziyah 20 :

ูˆَุฅِู„َู‰ ูฑู„ْุฃَุฑْุถِ ูƒَูŠْูَ ุณُุทِุญَุชْ

“ Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (suthihat)."

Asy Syam 6 :

ูˆَุงู„ْุงَุฑْุถِ ูˆَู…َุง ุทَุญٰู‰ู‡َุงۖ

“Dan bumi serta penghamparannya (thahaha)."

๐. ๐ƒ๐š๐ฅ๐ข๐ฅ ๐€๐ช๐ฅ๐ข

1. Arah kiblat

Dalil berikutnya adalah karena bumi ini datar, maka kita bisa menghadap ke kiblat. Jika bumi itu bulat, maka shalat menghadap ke mana ?

2. Kisah Dzulqarnain mencari tempat terbenamnya matahari

Dalil lainnya adalah kisah Raja Dzulqarnain untuk menunjukkan bahwa bumi itu datar. Pada kisah tersebut Dzulqarnain menempuh perjalanan yang jauh untuk mencari tempat terbenamnya matahari dan juga tempat terbitnya. Dalam al Qur’an disebutkan :

ุญَุชَّู‰ ุฅِุฐَุง ุจَู„َุบَ ู…َุบْุฑِุจَ ุงู„ุดَّู…ْุณِ ูˆَุฌَุฏَู‡َุง ุชَุบْุฑُุจُ ูِูŠ ุนَูŠْู†ٍ ุญَู…ِุฆَุฉٍ ูˆَูˆَุฌَุฏَ ุนِู†ุฏَู‡َุง ู‚َูˆْู…ًุง

“Hingga apabila dia (Dzulqarnain) telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.” (QS. Al Kahfi: 86).

3. Adanya pojok Bumi

Ayat al Qur’an ada yang menyebutkan tentang tepi bumi. Ini menunjukkan bahwa itu datar, karena kalau bulat, maka bumi tidak mempunyai tepi atau pojok, yaitu :

ุฃَูˆَู„َู…ْ ูŠَุฑَูˆْุงْ ุฃَู†َّุง ู†َุฃْุชِูŠ ุงู„ุฃَุฑْุถَ ู†َู†ู‚ُุตُู‡َุง ู…ِู†ْ ุฃَุทْุฑَุงูِู‡َุง

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi bumi, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?” (QS. Ar Ra’d: 41).

4. Ka’bah sejajar dengan Baitul Makmur

Ketika menafsirkan surah ath Thur ayat 4, 5 dan 6 para ulama mengatakan :

ูˆุงู„ุจูŠุช ุงู„ู…ุนู…ูˆุฑ ، ุจูƒุซุฑุฉ ุงู„ุบุงุดูŠุฉ ูˆุงู„ุฃู‡ู„، ูˆู‡ูˆ ุจูŠุช ููŠ ุงู„ุณู…ุงุก ุญุฐุงุก ุงู„ุนุฑุด ุจุญูŠุงู„ ุงู„ูƒุนุจุฉ

“Baitul Makmur: banyaknya yang memenuhi dan penduduknya, yaitu rumah di langit sekitar ‘Arsy dan sejajar dengan Ka’bah bumi.”[5]

Dan kesejajaran itu hanya bisa terjadi jika bentuk bumi ini datar, bukan bulat atau bundar.

5. Langit dan bumi tujuh lapis

Sebagaimana langit ada tujuh, bumi pun tujuh lapis demikian yang dinyatakan dalam surah ath Thalaq ayat 12

ุงู„ู„َّู‡ُ ุงู„َّุฐِูŠ ุฎَู„َู‚َ ุณَุจْุนَ ุณَู…َุงูˆَุงุชٍ ูˆَู…ِู†َ ุงู„ْุฃَุฑْุถِ ู…ِุซْู„َู‡ُู†َّ

“Allahlah yang menciptakan tujuh langit, dan seperti itu pula bumi.”

Ketika langit itu ada tujuh lapis, dan semua lapisan langit itu berlapis-lapis ke arah atas, maka bumi yang juga memiliki lapisan-lapisan itu berada di bawah lapisan bumi yang kita tinggali ini.

Bersambung ke bagian dua (Pendukung bumi bulat dan dalil-dalilnya)

_______

[1] Tafsir al Qurthubi (10/13)

[2] Nuniyyah Al-Qahthani hal. 32

[3] Tafsir Jalalain hal. 805

[4] Al Jawahir al Hisan fi Tafsir al Qur’an (5/49)

[5] Tafsir al Baghawi (7/382)

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

15 Desember 2022 pada 07.51  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Bumi Bulat vs Datar I". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait