Apakah Saya Salafi?

Apakah Saya Salafi?

Apakah Saya Salafi?

Setelah menulis tentang riwayat kuliah di LIPIA, ada jamaah yang tanya dengan lugu ke saya : Mohon maaf, apakah ustadz salafi? Soalnya LIPIA kan kampus salafi?

Saya jawab bahwa saya salafi dalam arti mengikuti salah satu dari fiqih empat Mazhab yang adanya di masa salaf. 

Sipenanya agak bingung, sebab dalam pandangannya, kalau Mazhab yang empat itu bukan salafi. 

Dari pada ribet menjelaskan, saya kasih link berikut biar dia baca sendiri apa itu salafi.

Salafi

by. Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.,MA

Ustadz, salafi itu apa sih?

Nah, ini dia nih, belum apa-apa bertanya sudah bawa-bawa merek. Ya, salafi itu nama sebuah merek, ada banyak kalangan yang memakai merek itu bahkan menamakan diri mereka dengan merek itu. Jadi saya harus hati-hati ketika bicara merek orang. Pasti akan menuai pro dan kontra.

Namun setidaknya ada dua pendapat utama tapi beda arah. Yang pertama mengatakan salafi itu manhaj, tapi yang kedua mengatakan salafi itu bukan manhaj tapi nama sebuah kurun waktu.

Pendapat Pertama : Manhaj

Manhaj itu sistem, maksudnya sebuah paket utuh dan lengkap mulai dari masalah-masalah aqidah, fiqih dan juga siayah (politik). Maka untuk menguatkannya disebutlah istilah manhaj salaf, yang setidaknya bisa diklasifikasi berdasarkan tema aqidah, fiqih dan politik (siyasah). 

1. Secara Aqidah

Bermanhaj salaf itu berarti tidak pakai aqidah asy'ari maturidi yang modelnya sifat 20, karena dianggap reingkarnasi dari paham muktazilah yang masih menggunakan logika. Dalil itu hanya naqli, tidak obleh pakai dalil aqli. 

Maka rujukannya bukan Asy'ari Maturidi tapi Ibnu Taimiyah (w. 728 H) yang intinya rububiyah, uluhiyah dan asma wa shifat. Konon sebelum Ibnu Taimiyah sudah ada tiga istilah itu seperti Ath-Thahawi (w. 321 H), namun yang kemudian membakukan menjadi sebuah paket tauhid dengan segala prosedur dan ketentuannya tetap Ibnu Taimiyah. 

Setidaknya ada dua yang sering jadi perdebatan, yaitu tahuid rubuhiyah dan asma' wa sifat. 

a. Tauhid Rububiyah

Tauhid rububiyah ini yang sering  jadi masalah, karena menganggap orang kafir itu pun sudah bertauhid, tapi hanya sampai level tauhid rububiyah. Agar tauhid kita benar, harus sampai ke level tauhid uluhiyah. 

Tapi disini masalahnya, kalau kita belum sampai level uluhiyah, maka kita pun akan disamakan dengan tauhidnya orang kafir. Dan itu beda-beda tipis dengan mengkafirkan orang yang dianggap tauhidnya tidak sampai level tauhid uluhiyah. 

Terus tauhid level uluhiyah itu apa sih? Tauhid yang tidak menduakan Allah, tauhid yang murni yang tidak mengandung syirik.

Memangnya ada orang Islam yang masih menyembah berhala hari ini? 

Jawabnya memang bukan berhala dalam bentuk patung, tapi berhala dalam arti masih bertaqlid kepada manusia. Taqlid itu syirik. Bertabarruk dengan orang shalih itu syirik. 

Kuburan itu juga syirik, maka haram ziarah kubur. Malah semua kuburan harus diratakan dengan tanah. 

Ke dukun juga syirik, sebagai gantinya ruqyah syar'iyah aja. Pakai jimat juga syirik. Pelihara jin juga syirik. 

Kenduri, selametan, tahlilan dan maulidan juga syirik.

Dan sekian banyak perdebatan lainnya, dimana ancamannya : awas nanti syirik. Rincian kesananya lagi, jangan ini dan jangan itu, nanti jadi syirik lho.

b. Tauhid Asma' wa Sifat

Terus  masalah kedua adalah tauhid asma' wa sifat. Perdebatannya masalah wujud fisik Allah. Salafi merujuk Ibnu Taimiyah punya prinsip (لا تحريف ولا تعطيل ولا تكييف ولا تمثيل), atau 

tidak tahrif (tidak mengubah), tidak ta'thil (tidak menolak), tidak takyif (tidak menggambarkan) dan tidak tamsil (tidak menyerupakan). 

Prinsip ini oleh lawan diskusinya dianggap sebagai tajsim, yaitu meyakini Allah punya tubuh fisik, punya wajah, tangan, kaki, kursi dan sebagainya. Yang dituduh menolak untuk menjawab sambil bilang bahwa pertanyaan seperti itu bid'ah. 

2. Secara Fiqih 

Secara fiqih bermanhaj salaf itu umumnya lebih dekat dengan mazhab Hambali. Namun sifatnya tidak mutlak, karena mereka juga sangat instens merujuk kepada pendapat Ibnu Taimiyah, yang dalam hal ini justru seringkali berseberangan dengan pendapat resmi mazhab Hambali. 

Dalam kesehariannya, secara fiqih malah lebih sering merujuk kepada fatwa-fatwa Syeikh Albani, Syeikh Bin Baz dan Syeikh Utsaimin. Dan kalau dikomparasikan dengan kitab Al-Mughni karya utama fiqh Hambali, sering juga berseberangan. Bahkan sesama 4 tokoh di atas pun tidak selalu seragam pendapatnya.

Cuma yang disayangkan, para pendukungnya terbiasa menggunakan teori kebenaran hanya satu. Dan ini nampaknya jadi masalah, ketika di suatu negeri sudah ada mazhab fiqih dominan, seringkali fatwa mereka harus bertabrakan. Di Indonesia yang bermazhab Syafi'i, fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah, Albani, Bin Baz dan Utsaimin jadi bahan perdebatan panjang tiada akhir.

3. Secara Politik

Secara siayah (politik), nampaknya agak terbelah. Ada yang anti main-main politik lalu mendukung pemerintah yang sah, siapa pun yang jadi penguasanya. Tapi ada juga yang sangat politis, ingin memperjuangkan syairat Islam lewat jalur resmi demokrasi atau pun lewat demonstrasi. Dan ada juga yang sejak awal mau bikin negara sendiri dengan logikanya, lalu bikin pasukan milisi anti pemerintah. 

Dalam kenyataannya, merek salafi ini dipakai oleh sekian banyak kelompok, yang belum tentu sesama mereka akur. 

Salafi Itu Masa Waktu

Pendapat Kedua : Salafi Itu Masa Waktu

Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa merek salafi bukan nama sebuah manhaj tertentu. Tapi salafi itu merujuk kepada kurun waktu yaitu masa salaf dalam arti tiga kurun atau tiga lapis generasi mulai dari shahabat, tabi'in dan tabiut-tabiin. Atau kadang disebut 300 ratus tahun pertama sejak kenabian.

Yang berpendapat seperti ini antara lain Dr. Said Ramadhan Al-Buthi (Allahu yarham). Beliau menulis buku berjudul : As-Salafiyah : marhalah zamaniyah mubarakah, la mazhab islami (السلفية: مرحلة زمنية مباركة لا مذهب إسلامي).

Maksudnya istilah salaf itu hanya merujuk kepada suatu masa tertentu yaitu tiga generasi pertama. Tapi tidak menunjuk kepada suatu mazhab tertentu. Sebab di masa salaf itu justru ada banyak mazhab, sampai 13 mazhab bahkan. 

Artinya, semua mazhab khususnya para imam mazhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (80-150 H), Imam Malik (93-169 H), Imam Asy-Syafi'i (150-204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H), termasuk dalam kategori ulama salaf juga.

Maka menurut Beliau penggunaan istilah salafi itu hanya semata-mata merek saja, bukan hakikatnya. Hakikatnya justru di masa salaf ada begitu banyak mazhab yang saling berbeda-beda.

Sedangkan yang di depan mata kita adalah sebuah kumpulan koleksi dari beberapa pendapat ulama sepanjang zaman. Disitu ada Ahmad bin Hambal yang hidup di zaman salaf. Tapi yang dominan justru Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab, yang mana keduanya justru tidak hidup di zaman salaf. 

Dan banyak juga dari tokoh modern zaman akhir, baik itu Syeikh Albani, Syeijh Binbaz, Syeikh Utsaimin, Syeikh Muqbil, Syeikh Rabi' Madkhali, Syeikh Shalih Fauzan.

Kompilasi fatwa-fatwa mereka inilah yang sering disebut sebagai Manhaj Salaf. 

Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat

21 Januari 2020

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Apakah Saya Salafi?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait