Imam Besar Madzhab Maliki Membahas Sifat Kalam Allah

IMAM BESAR MADZHAB MALIKI MEMBAHAS SIFAT KALAM ALLAH

🌺 IMAM BESAR MADZHAB MALIKI MEMBAHAS SIFAT KALAM ALLAH

Seorang Al Imam sekaligus seorang Al Qadhi (hakim agung) Muhammad bin Abdillah bin Abu Bakar bin Al Araby Al Maliky menulis dalam kitabnya dalam mensyarah kitab Al Muwattha' karya Imam Malik yang diberi judul Al Masalik fi Syarhi Muwattha' Malik pada juz 3 halaman 380 menulis:

قوله: "على سَبْعَةِ أَحْرُفٍ" والحروفُ هاهنا هي القراءة بالأصوات، وهي ضدّ كلام البارئ سبحانه؛ لأنّ البارئ كلامه القديم الّذي هو صفةٌ من صفاتِهِ لا تُفَارِقُه، ليس هو بصَوْتٍ ولا حَرْفٍ.

“Perkataannya “ على سَبْعَةِ أَحْرُفٍ “ (atas tujuh huruf-huruf). Maksudnya adalah bacaan dengan suara-suara. Adapun suara-suara itu berbeda dengan Kalam Allah Subhanah. Karena sesungguhnya Kalam Allah adalah qadim yang menjadi sifatnya dan tidak terpisah denganNya. Kalam Allah bukanlah dengan suara dan huruf”

وقوله: "فَاقرَؤُا مَا تيَسَّرَ مِنْه" أضاف القراءة والتِّلاوةَ للتّالِي؛ لأنّها صفة للتّالي موجودٌ بذَاتِه، والمَتْلُوُّ صفةٌ للبارىء تعالى موجودٌ بذَاتِهِ، ولا يصحّ وجود الصِّفَةِ الموجودة بمَوْصُوفَيْن، كما لا يصحّ وجود الخَبَرِ في الزّمان الوَاحِدِ في مكانَين.

“Perkataannya “فَاقرَؤُا مَا تيَسَّرَ مِنْه “ (bacalah apa yang mudah darinya). Penyandaran bacaan dan tilawah kepada pembaca karena ia adalah sifat pembaca yang ada pada dzat dirinya. Adapun yang dibaca adalah sifat Allah Al Bari Ta’ala yang ada pada Dzat-Nya. Tidak benar jika adanya sifat yang ada itu disifati dengan dua sifat sebagaimana tidak benar adanya khobar pada satu jaman didalam dua tempat”

والثّاني: أنّ التِّلاوةَ حادثةٌ؛ لأنّها أصوات مُتَجَدِّدَةٌ، والمَتْلُوَّ قديمٌ يستحيلُ تجديدُهُ.

“Kedua: Sesungguhnya bacaan adalah baharu karena ia adalah suara-suara yang terbaharukan. Adapun yang dibaca adalah qadim yang mustahil untuk terbaharukan.

والثّالث: أنّ التِّلاوةَ تُعْدَمُ بسكوتِ التّالِينَ وعَدَمِهِمْ، والمَتْلُوَّ قديمٌ قد ثبتَ قِدَمُهُ فيستحيلُ عَدَمُه.

“Ketiga: sesungguhnya bacaan menjadi hilang dengan diamnya para pembaca dan ketiadaan mereka. Adapun yang dibaca adalah qadim dan sifat qadimnya telah pasti maka mustahil ketiadaannya”

والرّابع: أنّ التِّلاوةَ تزيدُ بزيادةِ القُرَّاءِ وتنقصُ بنقصانِهِمْ، والمَتْلُوَّ صِفَةٌ واحدةٌ لا يصح فيها زيادة ولا نقصان.

“Keempat: Sesungguhnya bacaan itu bertambah dengan bertambahnya para pembaca dan berkurang dengan kurangnya mereka. Adapun yang dibaca adalah satu dan tidak sah akan adanya tambahan dan pengurangan didalamnya”

الخامس: أنّ التِّلاوةَ ترجعُ إلى الأصوات -أعني أصوات القُرَّاءِ أو نَغَمَاتِهِم الّتي تقعُ بكَسْبِهِم، ويسَتطَابُ من بعضهم- وتُوصف بالجَهْرِ والإخْفَاءِ والسُّرعَةِ والابْطَاءِ، واللَّحْنِ والإعراب، والخَطَإِ والصَّواب. والمَتْلُوَ لا يُنْعَتُ بشيءِ من ذلك كلِّه.

“Kelima: Sesungguhnya bacaan itu kembali pada suara-suara, maksud saya suara-suara para pembaca atau langgam mereka yang terjadi atas perbuatan mereka dan menarik dari sebagian mereka. Disifati dengan keras dan samar, cepat dan pelan, fales dan beri’rob, salah dan benar. Adapun yang dibaca tidaklah disifati dengan satu sifatpun dari sifat-sifat itu semuanya.”

السّادس: أنّ المَتْلُوَّ الموجود بذَاتِه لو صحَّ وجوده بذَوَاتِ خَلْقِه، لوَجَبَ القولُ بانتقاله، وذلك يُؤَدِّي إلى نوعِ من المُحَالِ وأجناسٍ من الكُفْرِ والضَّلال:

“Keenam: Sesungguhnya AL MATLUW (yang dibaca) itu BERADA PADA DZAT ALLAH. Seandainya benar bahwa yang dibaca berada pada dzat-dzat makhlukNya maka hal itu telah memastikan munculnya pendapat tentang perpindahan Al Matluw (yang dibaca). Dan hal itu mengarah pada cabang dari kemustahilan serta termasuk jenis-jenis kekafiran dan kesesatan, yaitu:

أحدها: خُلُوُّ ذَاتِه من الكلام إلى ضِدِّه

“Kesatu dari kekafiran: Bebas (bolehnya) Dzat Allah dari sifat kalam kepada kalam yang berbeda dengan KalamNya”

الثّاني: جوازُ انتقالِ عِلْمِه وحي

“Kedua dari kekafiran: Memperbolehkan adanya perpindahan sifat ilmuNya, sifat HidupNya, sifat QudratNya dan semua sifat-sifatNya”

الثّالث: قَبُولُ ذاته وكلامه للحَوَادِثِ.

“Ketiga dari kekafiran: Sifat KalamNya akan menerima perkara-perkara yang baharu”

الرّابع: تصحيحُ قولِ الحُلُوليَّة وقول النّصارى باتِّحاد الكَلِمَةِ.

“Keempat dari kekafiran: Akan membenarkan pendapat kelompok hululiyyah dan pendapat kaum Nasrani yang meyakini akan bersatunya Kalam Allah (dengan makhluk)”

الخامس: القولُ بانْفِصَالِ الصِّفات بشَطْرٍ من العِلْم بحُدُوثِ العَالَمِ وثبوت مُحْدثه. وهذا كلُّه يتعالى اللهُ عنه

“Kelima dari kekafiran: Munculnya pendapat akan terpisahnya sifat-sifat dengan sebagian dari ilmu terhadap baharunya alam dan tetapnya perkara baharu.

Dan Allah maha tinggi (disucikan) atas semua ini” 

Baca juga kajian ulama tentang mazhab berikut :

  1. Makna dzahir Yad, Rijl, Wajh dan Saq Menurut Imam Ahmad
  2. Aktivitas Mencampur Pendapat Antara Madzhab
  3. Bidah Versi Salafi Mengambil Dari Mazhab Maliki?
  4. Bingung Di Saat Harusnya Senang
  5. Hal-hal yang Menyelisihi Empat Madzhab

Sumber FB Ustadz : Saiful Anwar

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Imam Besar Madzhab Maliki Membahas Sifat Kalam Allah". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait