Abdul Malik Setelah Mejadi Khalifah

Abdul Malik Setelah Mejadi Khalifah

ABDUL MALIK SETELAH MEJADI KHALIFAH

Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq 

Abdul Malik bin Marwan cenderung berubah, begitu bahasa yang digunakan oleh para ahli sejarah ketika mensifati dirinya setelah menjadi seorang khalifah. 

Ia hampir tidak pernah terlibat lagi di dunia ilmu secara langsung. Dan dalam memerintah, dikenal sebagai pemimpin yang keras dan cenderung menempuh jalan tegas dalam menyelesaikan permasalahan. 

Ibnu Katsir ketika mensifati cara Abdul Malik dalam menjalankan roda pemerintahan berkata :

وكان عبد الملك له إقدام على سفك الدماء، وكان عماله على مذهبه ; منهم الحجاج والمهلب، وغيرهم، وكان حازما فهما فطنا، سائسا لأمور الدنيا  لا يكل أمر دنياه إلى غيره.

"Abdul Malik terlalu cepat dalam menumpahkan darah. Dan semua pegawainya selalu di bawah kontrolnya. Seperti Hajjaj, Mahlab dan lainnya. Ia orang yang keras dan cerdas. Sangat ahli dan menguasai urusan dunia, serta nyaris tidak menyerahkan urusan pentingnya kepada orang lain begitu saja.” 

Namun demikian, tak bisa dipungkiri jasa dan kebaikannya untuk rakyat dan kaum muslimin pada umumnya juga sangat besar, sebagaimana yang telah kami sebutkan pada tulisan sebelumnya.

Kami akan kemukakan beberapa riwayat tentang sepak terjangnya setelah menjadi khalifah, baik itu kaitannya dengan keputusan politiknya ataupun kehidupan pribadinya. Untuk selanjutnya silahkan pembaca menilai sendiri tentang bagaimana karakter dari sosok pemimpin yang dikenal dengan julukan“Abbul Muluk” atau bapaknya raja ini.

1. Diantara orasi politiknya

Abdul Malik bin Marwan pernah berpidato saat di Makkah dengan mengatakan :

أما بعد، فإنه كان من قبلي من الخلفاء يأكلون من المال، ويؤكلون، وإني والله لا أداوي أدواء هذه الأمة إلا بالسيف، ولست بالخليفة المستضعف

“Amma Ba’du. Sungguh khalifah sebelumku ada yang makan dari harta dan ia memang memakannya (menerima gaji dan bersikap lunak), sedangkan aku demi Allah tidak akan menyelesaikan masalah umat ini kecuali dengan pedang. Dan aku bukanlah khalifah yang lemah.”

2. Kisah dinar yang jatuh ke sumur

Imam Baihaqi rahimahullah menceritakan :

أن عبد الملك وقع منه فلس في بئر قذرة، فاكترى عليه بثلاثة عشر دينارا حتى أخرجه منها، فقيل له في ذلك، فقال: إنه كان عليه اسم الله 

“Abdul Malik pernah menjatuhkan sekeping dinar ke dalam sumur, ia pun berusaha untuk mengambilnya hingga memberi upah 15 dinar kepada orang yang mengambilkannya. Ketika ditanyakan kepadanya kenapa melakukan itu, ia menjawab : ‘Pada dinar itu ada asma Allah.” 

3. Sikapnya saat mengadili

Sikapnya keras, jika ia harus mengeksekusi seseorang, tidak pakai lama, bisa langsung kontan di tempat. Ibnu Katsir mengatakan : 

كان عبد الملك إذا جلس للقضاء بين الناس، يقوم السيافون على رأسه بالسيوف

“Abdul Malik jika sedang duduk untuk mengadili urusan, maka ia akan dikelilingi oleh para pembawa algojo yang membawa pedang.”

Namun demikian, ia juga mengampuni sebagian orang meski jelas-jelas bersalah. Pernah dihadapkan kepadanya seorang yang turut ikut bersama kelompok yang memberontak. Abdul Malik langsung mengatakan : “Tebas batang lehernya.”

Orang itu menjawab : “Wahai amirul mukminin, bukan itu balasan yang harusnya saya terima.”

Abdul Malik bertanya heran : “Lalu apa balasan yang sesuai ?”

Orang itu menjawab : 

والله ما خرجت مع فلان إلا بالنظر لك، وذلك أني رجل مشئوم، ما كنت مع رجل قط إلا غلب وهزم، وقد بان لك صحة ما ادعيت، وكنت عليك خيرا من مائة ألف معك

“Demi Allah aku tidak bergabung dengan kelompok fulan itu kecuali sebenarnya aku berpihak kepadamu. Karena aku ini sebenarnya laki-laki sial, yang tidaklah aku bersama seseorang kecuali orang itu pasti kalah dan binasa.

 Dan ini sudah terbukti (buktinya kami kalah dan anda menang). Kalau demikian, aku ini lebih baik dibandingkan dengan 100.000 orang yang bersamamu.”

Mendengar ini Abdul Malik bin Marwan tertawa lalu membebaskan orang tersebut.

4. Saat ditegur oleh Ummu Darda

Ulama dari kalangan wanita, Ummu Darda radhiyallahu’anha  ketika bertemu dengan Abdul Malik bertanya kepadanya : “Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau meminum sejenis anggur setelah selesai dari Haji dan ibadah lainnya ?”

Abdul Malik menjawab cuek : 

إي والله، والدماء

“Iya demi Allah, aku juga meminum darah.”

5. Komentar sebagian ulama atas dirinya

Imam Ibnu Jauzi berkata :

كان من رجال الدهر، ودهاة الرجال، وكان الحجاج من ذنوبه

“Dia adalah termasuk kesatria di zamannya, orang yang cerdik dan Hajjaj adalah termasuk dari dosa yang ia ciptakan.”

Pernah dikatakan kepada Sa’id bin Musayib rahimahullah :

إن عبد الملك بن مروان قال: قد صرت لا أفرح بالحسنة أعملها، ولا أحزن على السيئة أرتكبها

“Sesungguhnya Abdul Malik bin Marwan telah berkata : ‘Aku tidak lagi gembira dengan kebaikan dari amalku, dan juga tidak sedih atas keburukan amalku.”

Sang imam menjawab :

الآن تكامل موت قلبه

“Sekarang telah sempurna kematian hatinya.”

Diriwayatkan Abdul Malik bin Marwan pernah berkhutbah dengan kalimat-kalimat yang menyentuh, lalu ia terdiam sejenak, setelah itu tiba-tiba ia menangis tersedu-sedu sambil berdo’a :

يا رب إن ذنوبي عظيمة، وإن قليل عفوك أعظم منها، اللهم فامح بقليل عفوك عظيم ذنوبي

“Wahai Tuhanku, jika dosa-dosaku besar, sedikit ampunan-Mu tetaplah lebih besar dari dosaku. Ya Allah hapuslah dengan sedikit ampunan-Mu dosaku yang besar ini...”

Ketika hal ini disampaikan kepada imam Hasan al Bashri beliau berkata :

لو كان كلام يكتب بالذهب لكتب هذا الكلام

“Seandainya sebuah kalimat ada yang layak ditulis dengan tinta emas, kalimat inilah yang layak untuk itu.”

6. Ambisinya menjadikan anaknya sebagai penerus kekhalifahan

Ibnu Jarir menceritakan bahwa Abdul Malik mengirim surat kepada saudaranya yang bernama Abdul Aziz bin Marwan, yakni ayah dari Umar bin Abdul Aziz, yang saat itu menjadi gubernur di Mesir, di mana ayah mereka, Marwan telah menetapkan, sepeninggal Abdul Malik, yang akan meneruskan adalah Abdul Aziz ini.

Isi surat itu Abdul Malik meminta agar Abdul Aziz mengundurkan diri dari putra mahkota, lalu menyerahkannya kepada anaknya, al Walid bin Abdul Malik. Namun Abdul Aziz menolak permintaan ini.

Maka marahlah Abdul malik, maka ia meminta agar semua harta kekayaan pendapatan Mesir di serahkan ke pusat. 

Abdul Aziz menyadari bahwa kakaknya sedang marah besar kepadanya, menyerahkan kekayaan Mesir ke pusat sama dengan membunuh rakyatnya karena ia tidak akan bisa membangun negeri Mesir dan wilayah sekitarnya.

 Iapun kemudian mengirimkan surat yang diantara isinya :

إني وإياك يا أمير المؤمنين قد بلغنا سنا لم يبلغها أحد من أهل بيتك إلا كان بقاؤه قليلا، وإني لا أدري ولا تدري أينا يأتيه الموت أولا ; فإن رأيت أن لا تغثث علي بقية عمري فافعل.

“Aku dan dirimu wahai Amirul Mukminin, telah sampai di usia yang tidak banyak dari keluarga kita yang bisa setua ini kecuali sedikit saja. Dan aku juga tidak tahu siapa dari kita yang akan dijemput kematian lebih dulu. Jika engkau memang mau untuk tidak terbebani oleh sisa umurku, maka lakukan semaumu.”

Menerima surat dari saudaranya ini, murka Abdul Malik pun akhirnya mereda, dan dia membalas surat adiknya tersebut dengan kalimat yang baik. 

Dan setahun berselang Abdul Aziz wafat. Ibnu Katsir menceritakan :

فلما جاءه الخبر بموت أخيه عبد العزيز ليلا حزن وبكى، وبكى أهله بكاء كثيرا على عبد العزيز

“Ketika datang khabar kematian saudaranya Abdul Aziz ia menangis dan bersedih sepanjang malam, begitu juga menangis seluruh keluarganya atas kepergian Abdul Aziz."

7. Wasiatnya kepada khalifah penggantinya

Ketika ia telah mendekati saat kematiannya, masuklah menemuinya Walid bin Abdul Malik, yakni anak yang nanti akan menggantikan dirinya memegang tampuk pemerintahan. 

Begitu melihat sang ayah, al Walid menangis. Abdul Malik berkata : “Apa yang membuatmu menangis ? Apakah engkau rindu kepada budak-budakmu ?”

Lalu ia berkata :

إذا أنا مت فشمر واتزر والبس جلد النمر، وضع الأمور عند أقرانها، واحذر قريشا

“Jika aku nanti mati, kafani aku dengan mantel dan kain dari kulit harimau. Dan serahkanlah urusan kepada yang berhak memegangnya. Dan waspadailah orang - orang Quraisy.

يا وليد، اتق الله فيما أستخلفك فيه، واحفظ وصيتي، وانظر إلى أخي معاوية فصل رحمه، واحفظني فيه، ... وانظر الحجاج بن يوسف فأكرمه ; فإنه هو الذي مهد لكم البلاد، وقهر الأعداء، وأخلص لكم الملك، وشتت الخوارج، وأنهاك وإخوتك عن الفرقة، وكونوا أولاد أم واحدة، وكونوا في الحرب أحرارا فإن الحرب لم تدن منية قبل وقتها

Wahai Walid, bertakwalah kepada Allah terhadap kekhalifahan yang engkau emban. Jagalah wasiatku. Perhatikan keadaan saudaraku Mu’awiyah (bin Marwan) dan sambunglah silaturahim dengannya. Jagalah baktimu kepadaku dengan berbuat baik kepada dirinya. 

Perhatikan juga Hajjaj bin Yusuf dan muliakan dia. Karena dialah yang menjaga negeri-negeri ini untuk kalian, dia yang ditakuti musuh, yang paling tulis pengabdiannya kepada negara, yang membuat khawarij tercerai-berai.

 Dia yang menjaga engkau dan saudara-saudaramu dari perpecahan. Jadilah anak-anak dengan satu ibu, menangkan selalu peperangan. Dan perang tidak akan menjadikan seseorang mati lebih cepat dari waktunya....”

Kemudian Abdul Malik melanjutkan wasiatnya : 

إذا أنا مت فادع الناس إلى بيعتك، فمن أبى فالسيف

“Jika aku telah mati, segera ambil sumpah setia dari semua orang untukmu,  siapa saja yang menolak, selesaikan dengan pedang.”

Dalam riwayat lain saat ia sedang sekarat, Abdul Malik memukulkan tangannya kepalanya sambil berkata : “Seandainya saja aku dulu berprofesi sebagai pencari segenggam makanan dari hari ke hari, sehingga kesibukanku hanya dalam ketaatan kepada Allah.”

_________

📜Siyar A’lam Nubala (4/247-250), Bidayah wa Nihayah (12/385-391)

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Abdul Malik Setelah Mejadi Khalifah". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait