Haruskah Memilih Ulama?
Oleh Ustadz : Rahmat Taufik Tambusai
Hidup ini pilihan demikian ungkapan orang bijak, begitu juga halnya dalam memilih ulama untuk diikuti dan dijadikan panutan.
1. Jika harus memilih diantara dua ulama, yang pertama ulama yang ada isyarat akan kelahirannya dari hadits Nabi, sedangkan yang kedua tidak ada isyarat akan kelahirannya dari hadits nabi, maka bagi seorang muslim yang cerdas pasti akan memilih ulama yang ada isyarat dari Nabi akan kelahirannya.
Adapun ulama yang kelahirannya ada isyarat dari hadits Nabi diantaranya Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Abu Hasan Asy'ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi melalui pengikutnya panglima Muhammad Al Fatih penakluk konstantinopel.
Karena isyarat tersebut sebagai bukti pengakuan dari Nabi bahwa ulama tersebut diridhoi untuk meneruskan ajarannya.
Walaupun diantara kedua ulama tersebut mempunyai kemampuan yang sama di bidang yang sama, tetap mendahulukan ulama yang ada isyarat akan kelahirannya dari Nabi sebagai bentuk mengikuti sunnah Nabi.
Yang tidak habis pikir, kelompok sebelah lebih mengidolakan ulama yang tidak ada isyarat akan kelahirannya dari hadits Nabi ditambah kemampuannya masih jauh dibawah ulama yang ada isyarat akan kelahirannya dari hadits Nabi, tetapi pengikutnya menggaung - gaungkan dan mengangkatnya tinggi melebihi kapasitasnya seolah - olah ulama panutannya super hebat.
Adapun ulama yang tidak ada isyarat akan kelahirannya tetapi dibesar - besarkan oleh pengikutnya diatas kelebihan Imam Syafi'i dan ulama yang lainnya diantaranya Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnu Qaiyim Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahhab dan Al Bani.
2. Jika harus memilih diantara dua ulama, yang pertama ulama keturunan Nabi, sedangkan yang kedua tidak keturunan Nabi, maka muslim yang cerdas pasti memilih ulama yang mengalir darah Nabi di dalam tubuhnya, sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi.
Dan mengamalkan sunnah Nabi, Rasulullah bersabda :
وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللهِ ، وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ، ثُمَّ قَالَ: وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي
Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, yang pertama kitabullah didalamnya ada petunjuk dan cahaya maka ambil dan pegang teguhlah kitabullah, kemudian ahli baiti, aku ingatkan kalian kepada Allah berkaitan ahli baiti dan diulang nabi sampai tiga kali. ( HR. Muslim )
Diantara ulama besar keturunan Nabi Muhammad SAw Syekh Abu Hasan Assyadzili pendiri thariqat Syadziliyah dan Syekh Abdul Qadir jealani pendiri thariqat Qadariyah.
Sementara kelompok sebelah, ada yang berani mengatakan keturunan Nabi sudah terputus alias tidak ada dan menganggap keturunan Nabi sama dengan yang lainnya atau mungkin karena ulama panutan mereka tidak ada keturunan Nabi Muhammad SAW.
3. Jika harus memilih antara dua Ulama, yang pertama hidup di tiga abad pertama sedangkan yang kedua hidup di akhir zaman, maka sebagai seorang muslim yang cerdas akan lebih memilih ulama yang hidup di tiga abad pertama, sebagai bentuk mengikuti dan menghormati hadits Nabi,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” ( HR. Bukhari -Muslim )
Dan ulama yang dikabarkan oleh Nabi akan kelahirannya mereka lahir di tiga abad pertama.
Sementara kelompok sebelah lebih mendahului ulama - ulama akhir zaman yang jauh dari tiga abad pertama seperti Syekh Bin Baz, Syekh Usaimin, Syekh shalih fauzan dll.
4. Jika harus memilih diantara dua ulama, yang pertama ulama yang diikuti oleh mayoritas ulama setelahnya, sedangkan yang kedua ulama yang dikucilkan mayoritas ulama pada masanya, maka sebagai seorang muslim yang cerdas pasti akan memilih ulama yang diikuti oleh mayoritas ulama sampai hari ini.
Sebagai contoh Imam Syafi'i diikuti oleh banyak ulama dari zaman ke zaman, dan mayoritas ulama yang mengikuti Imam Syafii para pakar dibidangnya diantaranya Imam Bukhari, Muslim, Nasai, Baihaqi, Imam Nawawi, Ibnu Hajar Asqalani, Imam Suyuthi, Izzuddin Abdussalam, Imam Ghazali, Ibnu Hajar Haistami, Imam Haramain, Imam Ibnu kasir, Zahabi, Ibnu Asakir, Imam Thabari, Imam Tajuddin Assubki dll.
Nabi telah menjamin bahwa umatnya jika berkumpul tidak akan jatuh kepada kesesatan, apalagi yang berkumpul mayoritas ulamanya.
إن أمتي لا تجتمع على ضلالة، فإذا رأيتم اختلافا فعليكم بالسواد الأعظم
“sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah pada as-Sawad al-A’dzham” /mayoritas ( HR. Ibnu Majah )
Sedangkan kelompok sebelah lebih memilih ulama yang dijatuhi hukuman tahzir oleh ulama empat mazhab pada masanya, sebagai contoh Syekh Ibnu Taimiyah, dan muridnya sendiri tidak mengikuti jejak gurunya diantara Imam Adz zahabi dan Ibnu kasir.
5. Jika harus memilih antara dua ulama, yang pertama sangat menjaga lisannya dari menuduh bid'ah, syirik, fasik dan kafir, sedangkan yang kedua mudah lisannya menuduh umat islam selain dari kelompoknya dengan bid'ah, syirik, fasik dan kafir, maka sebagai seorang muslim yang cerdas pasti akan memilih ulama yang sangat menjaga lisannya dari menuduh bid'ah, syirik, fasik dan kafir.
Karena resikonya besar, apabila yang dituduh tidak sesuai dengan yang dituduhkan, maka akan balik arah kepada orang yang menuduh.
Apalagi yang dituduh sudah jelas kesunnahannya oleh mayoritas ulama empat mazhab berdasarkan hadits shahih, seperti Qunut subuh dan azan ditelinga bayi baru lahir, kemudian dihukumi dengan perbuatan bid'ah maka akan mengenai orang yang menghakimi nya.
Contoh yang lain, Umat islam yang pergi ziarah kubur, mereka tuduh dengan Quburiyin penyembah kuburan, andai ada satu dua orang yang melakukannya, sedangkan yang mayoritas tidak pergi menyembah kubur, kemudian mereka tuduh secara keseluruhan, jika tidak tepat pada sasarannya maka berbalik arah kepada sipenuduh.
عن أبي ذر - رضي الله عنه - أنه سمع النبي - صلى الله عليه وسلم - يقول:لا يرمي رجل رجلاً بالفسوق ولا يرميه بالكفر إلا ارتدَّت عليه إن لم يكن صاحبه كذلك رواه البخاري
Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan dan kekafiran kecuali tuduhan itu kembali kepadanya jika yang dituduh tidak seperti yang dituduhkan ( HR. BUKHARI )
Coba bayangkan jutaan umat islam dan ribuan ulama yang dituduh pelaku bid'ah, seandainya saja tidak kena satu sasaran saja maka kembali kepada si penuduh, bagaimana dengan jutaan umat dan ribuan ulama yang tidak sesuai dengan tuduhannya.
Satu ucapan bid'ah kepada umat islam mendatangkan jutaan bid'ah sebagai hukuman kepada diri sendiri. Sungguh amat mengerikan lisan yang mudah menuduh amalan umat islam sebagai perbuatan bid'ah, syirik, fasik dan kafir karena ucapan tersebut penentu tempat kita di akhirat.
Seandainya saya disuruh memilih maka dengan haqqul yakin, saya memilih ulama yang ada isyarat akan kelahirannya dari Nabi, yang hidup ditiga abad pertama, yang diikuti oleh mayoritas ulama, keturunan Nabi dan ulama yang sangat menjaga lisannya dari menuduh dan menyalahkan amalan umat islam lainnya.
Dalu - dalu, Jumat 8 Oktober 2021
Yuk Umroh 2021 yang minat hubungi kami.
Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa
9 Oktober 2021 pada 08.20 ·