Definisi Iman Menurut Asyariyah dan Kaitannya Dengan Definisi Ulama Salaf

Definisi Iman Menurut Asy'ariyah dan Kaitannya Dengan Definisi Ulama' Salaf - Kajian Islam Tarakan

DEFINISI IMAN MENURUT ASY'ARIYAH DAN KAITANNYA DENGAN DEFINISI ULAMA' SALAF

Ulama' Ahlussunnah generasi salaf mendefinisikan iman dengan i'tikad (meyakini kebenaran ajaran Nabi), ucapan (mengucapkan syahadat) dan amal (shalat, zakat dan lain-lain). Pernyataan seperti ini dapat dibaca dalam banyak kitab atau nukilan. Mu'tazilah dan Khawarij juga mendefinisakan sama, yakni iman adalah i'tikad, ucapan dan amal. 

Lalu apakah ada kesamaan secara hakiki atau subtansi antara definisi ulama' salaf dengan Mu'tazilah dan Khawarij? Yang memahami maksud ulama' salaf pasti dapat menjawabnya. Adapun mereka yang memahami secara literal atau tekstual, kemungkinan besar tidak akan mampu menjawab dengan baik. 

Lalu bagaimana dengan Asy'ariyah dan kaitannya dengan ucapan salaf diatas? Berikut ini penjelasannya:

1.Asy'ariyah mendefinisikan iman dengan membenarkan (tasdiq) semua ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam disertai dengan tunduk (khudhu') dan menerima. 

Asy'ariyah memahami, definisi ulama' salaf diatas adalah dalam konteks makna iman secara umum (makna umum), yakni dengan memasukkan asal iman (aslul iman) dan furu' iman sebagaimana dalam beberapa nash hadits (syu'ab iman). Sementara definisi iman versi Asy'ariyah diatas adalah dalam konteks asal iman, yakni standar keimanan yang lawannya adalah kufur. 

Dengan definisi Asy'ariyah diatas, iblis atau sebagian orang kafir yang membenarkan ajaran Nabi tetapi enggan tunduk dan menerimanya tidak dapat disebut beriman. Dan penjelasan ini yang tidak banyak dipahami oleh sebagian orang. 

2. Definisi iman dengan tasdiq dalam hati adalah sesuai dengan banyak nash, diantaranya adalah hadits Jibril yang menyebut iman adalah mengimani Allah sebagai tuhan, mengimani malaikat, mengimani kitab samawi, mengimani rasul Allah, mengimani hari akhir, dan mengimani qadha qadar. Definisi iman dalam hadits ini tidak menyebut iqrar syahadat dengan lisan dan perbuatan (amal). Dan masih banyak sekali dalil yang menguatkan definisi Asyariyah diatas.

3. Salaf yang mendefinisikan iman dengan makna umum (memasukkan asal iman dan furu' iman) dan Asy'ariyah yang mendefinisikan iman dengan makna asal (iman lawan kufur) didukung oleh banyak nash al-Qur'an dan as-Sunnah dan bahkan keduanya tidak saling berlawanan secara subtansi. Insya Allah sangat mudah memahami masalah ini jika kita bisa bersikap inshof, adil, dan jauh dari kebencian yang membabi buta. 

4. Kufur atau keluar dari Islam adalah jika berlawanan dengan asal iman. Dan asal iman (bukan furu iman) adalah tasdiq dalam hati akan semua ajaran Nabi serta tunduk menerimanya. Sementara furu' iman adalah melaksanakan kewajiban seperti shalat, takut kepada Allah, dan lain-lain. Yang melanggar furu' iman disebut dengan muslim fasiq yang tidak sempurna keimanannya. 

Ulama' salaf yang menjelaskan hal penting seperti ini, salah satunya adalah Imam Muhammad bin Nashr al-Marwazi (wafat 294 H.) dalam kitabnya, Ta'zhim Qadrisshalat. Dan penjelasan beliau mengukuhkan shahihnya definisi iman versi Asy'ariyah yang tidak berlawanan secara subtansial dengan maksud ulama' salaf dan ulama' hadits.  

5. Bukti bahwa "amal" bukan bagian tak terpisahkan dari iman adalah jika ada orang masuk Islam dan kemudian ia meninggal tanpa sempat melakukan shalat atau yang lain, maka ia tetap disebut sebagai orang beriman, kendati belum beramal sama sekali. Atau orang yang meninggalkan shalat, puasa dan lain-lain, tetapi ia masih meyakini amal-amal tersebut sebagai kewajiban agama, maka ia masih tetap disebut orang Islam yang beriman, baik menurut salaf atau khalaf. 

Kesimpulannya, amal bukan termasuk dari hakekat atau rukun iman, tapi ia adalah penyempurna iman. Demikian kata al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqallani dalam Fathul Bari saat menjelaskan maksud ucapan salaf diatas. 

6.Amal bukan bagian dari hakekat iman adalah pendapat mayoritas ulama, termasuk salaf dan ahli hadits. Syaikh Abdul Fattah Qudaisy al-Yafi'i memiliki risalah khusus tentang ini. 

7. Sebagaimana diatas, salaf meyakini bahwa amal adalah syarat kesempurnaan iman. Sementara Khawarij dan Mu'tazilah meyakini amal adalah bagian tak terpisahkan dari iman. Karena itu, pelaku dosa besar bagi mereka adalah kafir di akhirat atau manzilah bainal manzilatain. Sementara salaf dan Asy'ariyah menyebut mukmin yang fasiq. Dan ini adalah jawaban atas pertanyaan diatas. 

8. Terkait ucapan dua kalimat syahadat; apakah ia bagian dari hakekat iman? Asy'ariyah berpendapat, mengucapkan syahadat bukan termasuk hakekat atau rukun iman, tapi berlaku sebagai syarat. 

Syarat yang dimaksudkan diatas adalah syarat agar dia di dunia dapat diberlakukan sebagai orang Islam. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama Asy'ariyah. 

Sebagian lain berpendapat, syarat tersebut adalah syarat sah iman (iman sah dengan syahadat), tetapi bagi yang tidak mampu mengucapkan, seperti orang bisu, baginya gugur mengucapkan. Perbedaan dua pendapat ulama' Asyariyah ini tidak termasuk khilaf hakiki (sesungguhnya), tapi khilaf lafzhi. Demikian dikatakan Syaikh Ghaits al-Ghalibi.

9. Seseorang yang membenarkan ajaran Nabi disertai dengan ketundukan dan penerimaan, tetapi ia tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat dengan ittifaq atau kebetulan (tidak bermaksud enggan, ingkar, atau menolak), ulama' berbeda pendapat mengenai hukumnya sebagai konsekuensi dari perbedaan pendapat sebagaimana nomer 8. 

Mayoritas Asy'ariyah meyakini ia adalah orang yang beriman menurut Allah dan juga selamat di akhirat, tetapi tidak dalam hukum dunia. Sementara menurut Maturidiyah, ahli hadits, dan sebagian ulama' Asy'ariyah, ia dihukumi kafir dunia akhirat karena melihat sisi zhahirnya yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Sisi batinnya (hakekatnya) mereka menyerahkan kepada Allah. Dan khilaf kedua kubu diatas adalah khilaf lafzhi, sebab dua kubu sepakat, hukum dunia orang tersebut kafir.   

Adapun orang yang membenarkan ajaran Nabi, tetapi ia enggan atau menolak mengucapkan dua kalimat syahadat, baik karena ingkar atau sombong, maka ia kafir dunia akhirat menurut kesepakatan ulama'. Karena itu, Abu Thalib yang enggan mengucapkan dua kalimat syahadat tidak dapat disebut orang yang beriman. (Saya tidak bermaksud memantik polemik perdebatan Abu Thalib selamat atau tidak). 

10. Walhasil, akidah Asy'ariyah terkait makna iman tidak berlawanan secara hakiki dengan ulama' salaf atau ahli hadits. Mudah saja bagi yang mau berfikir. Insya Allah. 

11. Apabila muncul pertanyaan: "Jika ada orang membenarkan ajaran Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam dan diapun tunduk (khudhu') dan menerima (qabul) ajaran-ajaran tersebut, tetapi dia tidak mengucapkan dua kalimat syahadat karena tidak ada yang mengajari atau menuntunnya. Maka apakah ia bisa disebut beriman?". Jawabnya, secara hukum dunia ia kafir tapi secara akhirat dia beriman menurut Allah dan bahkan selamat dalam pandangan mayoritas ulama' Asy'ariyah. Dia belum disebut beriman secara zhahir menurut Maturidiyah, ahli hadits dan sebagian Asy'ariyah. Dan khilaf ini bukan khilaf hakiki atau juga bukan khilaf usul Ahlussunnah wal Jama'ah sebagimana diatas.

Wallahu A'lam.

baca juga kajian tentang ulama berikut :

Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur

21 September 2022 · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Definisi Iman Menurut Asyariyah dan Kaitannya Dengan Definisi Ulama Salaf". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait