KAEDAH FIQIH MUFTI WAHABI, WAJIBKAN MAULID
Sebelumnya, pembaca jangan terkecoh dulu dengan judul di atas. Tapi baca tulisan berikut ini baik-baik.
SOAL: Apa yang melatarbelakangi lahirnya aliran-aliran sempalan dalam Islam, seperti Khawarij, Syiah, Murji’ah, Qadariyah, Mu’tazilah, Hasyawiyah dan Wahabi?
JAWAB: Aliran-aliran dalam Islam dilahirkan oleh latar belakang yang berbeda. Sebagian dilahirkan oleh perasaan dan emosi politik yang memuncak, yaitu aliran Khawarij dan Syiah. Jadi lahirnya aliran Khawarij dan Syiah, tidak berkaitan dengan kajian ilmu pengetahuan sama-sekali.
Sebagian dilahirkan oleh kajian ilmiah, seperti Murji’ah, Qadariyah dan Mu’tazilah. Bedanya, kalau Murji’ah sebagai respon kontra terhadap aliran Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Sedangkan Mu’tazilah sebagai produk dari obsesi untuk mengetahui hakikat pengetahuan apa saja secara rasional.
Sedangkan Hasyawiyah (Mujassimah/pendahulu kaum Wahabi) dilahirkan dari kebodohan dan kejumudan, serta mengadopsi paham Jahiliyah yang tajsim dengan menyembah berhala.
SOAL: Apakah latar belakang lahirnya aliran-aliran tersebut berpengaruh terhadap sikap mereka?
JAWAB: Jelas berpengaruh. Bedanya begini;
Pertama) aliran yang dilahirkan oleh kajian ilmiah, para pengikutnya senang melakukan perdebatan ilmiah. Hal ini seperti yang terjadi pada aliran Mu’tazilah, Qadariyah dan Murji’ah.
Kedua) sedangkan aliran yang dilahirkan oleh perasaan, emosi, kebodohan dan kejumudan, ciri-ciri pengikutnya sebagai berikut:
1) Tidak senang berdebat secara ilmiah dengan para pakar. Mereka siap berdebat dengan kaum awam.
2) Memaksakan ajarannya kepada pengikutnya dan orang lain, dengan cara doctrinal dan tidak ilmiah.
3) Menyebarkan ajarannya dengan propaganda kosong, seperti propaganda mengikuti al-Qur’an dan Hadits.
3) Tidak berpegangan pada kaedah-kaedah ilmiah yang baku. Suatu kaedah akan mereka gunakan ketika mendukung ajaran mereka. Tetapi ketika kaedah tersebut tidak mendukung ajaran mereka, mereka akan menendangnya jauh-jauh.
SOAL: Bisa dicontohkan bahwa ajaran Wahabi disebarkan melalui propaganda dan tidak berpegangan dengan kaedah yang baku?
JAWAB: Contohnya banyak sekali. Salah satu contoh yang actual, adalah soal larangan perayaan maulid menurut mufti Wahabi. Di sisi lain, ia mewajibkan merayakan kehidupan pendiri Wahabi selama sepekan setiap tahun.
SOAL: Bisa dijabarkan lebih jelas?
JAWAB: Misalnya ketika mewajibkan perayaan sepekan kehidupan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Ibnu Baz, mufti Wahabi berkata:
كلمة في أسبوع الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله
أيها الإخوة الكرام, إن الاجتماع لدراسة مذهب السلف الصالح ومنه دعوة الشيخ محمد بن عبد الوهاب , وتعريف الناس بها, ... أمر واجب ومن أعظم القرب إلى الله; لأنه تعاون على الخير, وتشاور في المعروف, وبحث للوصول إلى الأفضل, (الشيخ ابن باز، مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ج 1 ص 382).
Prakata Tentang Sepekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Saudara-saudara yang mulia. Sesungguhnya berkumpul untuk mempelajari madzhab salaf yang saleh, antara lain mempelajari dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan mengenalkannya kepada masyarakat … adalah perkara yang wajib dan termasuk ibadah sunnah yang paling agung kepada Allah, karena sesungguhnya hal itu tolong menolong atas kebaikan, tukar pikiran dalam kebaikan dan kajian untuk mencapai pada yang lebih utama.” (Ibn Baz, Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 1 hlm 382).
Kesimpulan dari fatwa tersebut:
1) Perayaan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah wajib dan termasuk ibadah yang paling utama dalam mendekatkan diri kepada Allah
2) Dasar mufti Wahabi tersebut, bukan al-Qur’an dan hadits secara tekstual, bukan pula perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat dan kaum salaf
3) Dasar mufti Wahabi tersebut, justru karena hal tersebut termasuk tolong menolong atas kebaikan
4) Termasuk tukar menukar pikiran dalam kebaikan
5) Termasuk kajian yang mengantarkan pada kebaikan yang lebih utama.
Nah berangkat dari sekian alasan yang dijadikan dasar mufti Wahabi tersebut dalam mewajibkan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, harusnya berlaku pula dalam perayaan Maulid. Karena dalam acara maulid juga mengandung:
1) Tolong menolong pada kebaikan, seperti sedekah, membaca sholawat, mempelajari sirah
2) Tukar menukar pikiran dalam kebaikan, seperti memperdalam sirah
3) Kajian yang mengantarkan pada kebaikan yang lebih utama, yaitu menghayati kehidupan dan meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupan sehari-hari.
Tapi, berhubung ajaran Wahabi memang tidak berpegang pada kaedah yang baku, maka fatwa mufti tersebut sangat berbeda ketika memfatwakan hukumperayaan maulid. Syaikh Ibnu Baz berkata:
لا يجوز الاحتفال بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ولا غيره ; لأن ذلك من البدع المحدثة في الدين; لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يفعله, ولا خلفاؤه الراشدون, ولا غيرهم من الصحابة رضوان الله على الجميع, ولا التابعون لهم بإحسان في القرون المفضلة, وهم أعلم الناس بالسنة, وأكمل حبا لرسول الله صلى الله عليه وسلم ومتابعة لشرعه ممن بعدهم, (الشيخ ابن باز، مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ج 1 ص 178).
Tidak boleh merayakan kelahiran Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan lainnya. Karena hal tersebut termasuk bid’ah yang diada-ada dalam agama. Karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melakukannya, tidak pula Khulafaur Rasyidin, tidak pula para sahabat yang lain, tidak pula kaum tabi’in dalam masa-masa yang utama. Mereka adalah manusia yang paling mengetahui sunnah dan paling sempurna cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengikuti syariatnya dari pada orang-orang sesudah mereka. (Syaikh Ibnu Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 1 hlm 178).
Kesimpulan dari fatwa tersebut, perayaan maulid tidak boleh karena alasan:
1) Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melakukan
2) Khulafaur Rasyidin tidak pernah melakukan
3) Para sahabat tidak pernah melakukan
4) Para tabi’in tidak pernah melakukan
Seandainya keempat alasan ini benar-benar dijadikan kaedah yang baku oleh Ibnu Baz, tentu Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, juga bid’ah dan haram, bukan malah wajib dan ibadah yang paling agung. Karena acara seperti Usbu’ tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, para Khulafaur Rasyidin, para sahabat dan kaum salaf.
Ini membuktikan bahwa Wahabi tidak berpegangan pada kaedah keilmuan yang baku. Mereka seperti ular, yang licin kulitnya ketika dipegang.
Dan kalau kita berpijak pada fatwa Syaikh Ibnu Baz yang di atas, tentang wajibnya perayaan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maulid seharusnya lebih wajib selama satu bulan.
SOAL: Secara hukum syar’iy, perayaan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas apakah baik atau tidak baik?
JAWAB: Berhubung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, oleh para ulama dianggap sebagai biang fitnah dan kerusakan di muka bumi, maka acara tersebut jelas tidak baik dan harus dijauhi. Seandainya, yang di-Usbu’-kan itu seorang ulama yang shaleh dan berjasa, tentu akan menjadi baik.
SOAL: Dari kedua fatwa di atas, mana yang lebih ilmiah?
JAWAB: Fatwa tentang Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas agak ilmiah, ditinjau dari segi alasan. Sedangkan fatwa larangan maulid, tidak ilmiah sama sekali, karena berpijak pada ketidaktahuan dalil.
Sumber FB Ustadz : Muhammad Idrus Ramli Real