Apakah Orang Di Indonesia Ikut Lebaran Makkah?

Apakah Orang Di Indonesia Ikut Lebaran Makkah? - Kajian Islam Tarakan

APAKAH ORANG DI INDONESIA IKUT LEBARAN MAKKAH?

Ustadz Luthfi Bashori

Viral pro kontra di kalangan umat Islam terkait kapan umat Islam Indonesia harus melaksanakan Hari Raya Idul Adha, apakah tanggal 9 Juli ikut Mathla'/Rukyah Makkah, atau 10 Juli ikut Mathla'/Rukyah Indonesia ?

Kebetulan saya menemukan tulisan di salah satu link media online, saya kira cukup layak untuk dibaca oleh umat Islam, berikut postingannya.

Dalam arikel tulisan Miftah H. Yusufpati dengan judul "Awal Puasa, Mengikuti Arab Saudi atau Negara Masing-masing?". 

Disebutkan sebagai berikut:

Dari Kuraib, sesungguhnya Ummu Fadl binti al-Harits telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam. 

Berkata Kuraib: ”Lalu aku datang ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah olehku (bulan) Ramadhan, sedang aku masih di Syam, dan aku melihat hilal (Ramadhan) pada malam Jum’at. 

Kemudian aku datang ke Madinah pada akhir bulan (Ramadhan). Lalu Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku (tentang beberapa hal). 

Kemudian ia menyebutkan tentang hilal, lalu ia bertanya; “Kapan kamu melihat hilal (Ramadhan)?” Jawabku : “Kami melihatnya pada malam Jum’at”. Ia bertanya lagi: “Engkau melihatnya (sendiri)?” Jawabku: “Ya! Dan orang banyak juga melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah Puasa”. 

Ia berkata: “Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka senantiasa kami berpuasa sampai kami sempurnakan tiga puluh hari, atau sampai kami melihat hilal (bulan Syawal) “. 

Aku bertanya: “Apakah tidak cukup bagimu ru’yah (penglihatan) dan puasanya Mu’awiyah?” Jawabnya : “Tidak! Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah memerintahkan kepada kami (HR Muslim). 

Imam Nawawi, dalam syarah sahih Muslim, saat menjelaskan hadis Kuraib mengatakan, jika terlihat hilal pada suatu negara, tidak berlaku hukumnya pada negara yang jauh darinya, dari situ tertera hadis Kuraib dari Ibnu Abbas yang menjelaskan secara jelas. Menurut pendapat Ashhabinaa (ulama Syafi’iyah), ru’yah pada suatu negeri tidak berlaku untuk setiap orang di bumi ini, tetapi dibatasi pada kawasan di bawah jarak berlakunya qashar. Pendapat lain dibatasi pada kawasan yang sama mathali’nya. Pendapat lain lagi, dibatasi hanya pada yang sama iklimnya. 

Sebagian Ashhabina, ru’yah mewajibkan puasa semua penduduk bumi. Maka dalam hal ini kami berpendapat bahwa Ibnu Abbas menolak berita Kuraib bukan karena kesaksiannya hanya satu orang, tetapi karena ru’yah tidak berlaku bagi orang yang jauh.” Hal ini juga ditegaskan dalam kitabnya yang terkenal di kalangan Syafi’iyah. Dalam kitab Minhaju Thalibin, Imam Nawawi juga menekankan bahwa hilal berlaku untuk negara yang berdekatan dan sama terlihat mathla’nya, sementara untuk batasan diberlakukannya ikhtilaful mathali’ adalah batas berlakunya salat qasar.

Di antara para ulama Saudi kontemporer, Syekh Utsaimin menyatakan bahwa hal ini tergantung kepada mathla’ setiap negara. “Hal ini tergantung kepada pandangan para ahli Ilmu: apakah hilal itu satu di dunia secara universal, atau dia berbeda berdasarkan terbitnya? Dan yang paling benar adalah bahwa hilal berbeda sesuai dengan tempat munculnya. 

Dan juga apabila ditetapkan bahwa hasil rukyat negara itu tertinggal dari Makkah, sehingga tanggal 9 di Makkah menjadi tanggal 8 di negara tersebut, maka penduduk negara itu puasanya pada tanggal 9 menurut negara itu, walaupun itu berarti sudah tanggal 10 di Makkah. Dan inilah pendapat yang rajih karena Nabi SAW bersabda: Apabila kamu melihatnya (hilal) maka berpuasalah dan apabila kamu melihatnya maka berbukalah.” 

Melalui semua perbedaan ini, Firman Arifandi, dalam buku berjudul Nastar (Nanya-nanya Seputar Ramadhan), berpendapat lebih cenderung untuk mengikuti pendapat bahwa mathla setiap negara berbeda sehingga isbat tiap negara juga pastinya bisa jadi berbeda. “Kalaupun harus percaya kepada wihdatul mathla’, kenapa juga harus ikut isbat Saudi yang ulama Saudi sendiripun tidak berharap isbatnya diikuti semua negara seperti pendapat Syekh Utsaimin,” ujar dosen di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) Jakarta ini.

__________

Karena metode penetapan lebaran Idul Fithri dan Idul Adha itu tidak berbeda, maka artikel di atas dapat digunakan acuan oleh umat Islam Indonesia, untuk menentukan kapan seharusnya melaksanakan shalat Idul Adha tahun 1443 H/2022 M ?

Wallahu a'lam.

Sumber FB Ustadz : Luthfi Bashori

3 Juli 2022 pada 06.37  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Apakah Orang Di Indonesia Ikut Lebaran Makkah?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait