Labelling

Labelling

Labelling

Dalam ilmu marketing, ada satu teknik pemasaran yang disebut labelling. Labelling ini dipakai dengan menyematkan satu nama dan ciri tertentu pada produk, sehingga produk tersebut dikenal di pasaran dengan nama dan ciri yang dijadikan label.

Da'wah sedikit banyak ada hubungannya dengan labelling. Labelling ini ada yang dibuat oleh pihak dalam, dan ada yang merupakan hasil buatan orang luar. Label tradisionalis untuk organisasi seperti NU, ataupun modernis untuk Muhammadiyah, ini merupakan hasil buatan orang luar, namun diterima luas sampai hampir menjadi sesuatu yang taken for granted. Padahal ya tak mesti benar 😊😊😊. NU kadang sangat modern, sementara Muhammadiyah kadang malah sangat tradisional.

Dalam dunia da'wah ada label label seperti tauhid, Sunnah, menurut Al Qur'an dan Sunnah, ikut salaf, mengikuti pendapat Allah dan RasulNya, dan beragam label lain yang sangat ideal dijadikan merk beberapa kelompok. Label ini lalu dikampanyekan dan dipasarkan sedemikian rupa sehingga jamaahnya merasa bahwa hanya pengajian ustadz mereka yang mengajarkan sunnah, tauhid, sesuai dengan Al Qur'an, dan ikut salaf. 😊

Padahal sejatinya pengajian pengajian yang lain juga mengajarkan hal yang sama, hanya saja mengikuti pendapat ulama' yang berbeda. Bedanya, pengajian yang lain ini seringkali tak berani memakai merk tersebut dengan berbagai pertimbangan. Mereka hanya menyebut pengajian mereka sebagai pengajian kitab Aqidatul Awam, atau Riyadlus Sholihin, atau Tafsir Jalalain. 

Labelling ini pernah terjadi di masa Sy. Umar menjabat Kholifah.

Suatu hari sekretaris Kholifah menulis surat keputusan Kholifah. Di awalnya dia menulis

هذا ما راى الله وراى عمر 

Ini adalah pendapat Allah, dan pendapat Umar.

Membaca itu, Sy. Umar menegur keras.

بءس ما قلت. هذا ما راى عمر. ان كان صوابا فمن الله وان كان خطأ فمن عمر 

Jelek sekali kata katamu itu. Ini adalah pendapat Umar.

Kalau benar, maka dari Allah. Kalau salah, maka dari Umar.

Padahal, Sy. Umar adalah orang yang sangat alim. Sampai sampai Ibn Mas'ud menyebut saat Sy. Umar wafat bahwa Umar meninggal dengan membawa 9/10 ilmu. Tapi Sy. Umar menolak melabeli pendapatnya dengan label hukum Allah.

Dan inilah tradisi mayoritas ulama' sepanjang sejarah Islam dalam menyebut pendapat mereka yang sifatnya dhonni dan ijtihadi. Mereka menyebut madzhab atau qoul, bukan pendapat Allah dan RasulNya.

Dan sebenarnya, tradisi inilah yang sesuai dengan Sunnah RasululLah, amal para salaf dan juga akal sehat.

Sampai datanglah "kerajaan api" 😊😊😊, yang dengan berani mengatasnamakan fiqh (pemahaman) mereka sebagai fiqh Kitab dan Sunnah, alias pemahaman Allah dan RasululLah.

Inilah sesungguhnya bid'ah 😊. Dan setiap bid'ah adalah dlolalah ...

WalLahu a'lam

Sumber FB Ustadz : Ahmad Halimy

16 Mei 2022 pukul 07.16  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Labelling". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait