SHALAT KAFARAT / BARA'AH
- Apa pendapat anda soal Shalat Kafarat di setiap jumat terakhir ramadhan?
+ Bid'ah dan tak berdasar sehingga tidak boleh diamalkan. Imam Ibnu Hajar al-Haitami dengan tegas menyebutkan demikian, begitu juga para muridnya hingga generasi pengarang I'anatut Thalibin yang menjadi pegangan standar pelajar fikih Syafi'iyah di Indonesia. Itu yang saya pegang dan saya siarkan.
- Tapi itu biasa dilakukan para ulama besar Yaman di masa lalu, di antaranya adalah Syaikh Abu Bakr bin Salim yang diakui kewaliannya sehingga masyarakat di sana mentradisikan itu. Bagaimana menurut anda?
+ Justru itu saya memilih pendapat yang melarang sebab saya bukan Syaikh Abu Bakr bin Salim.
- Maksudnya?
+ Syaikh Abu Bakr bin Salim adalah sosok istimewa yang pengaruh positifnya sangat besar pada masyarakat tempatnya tinggal dan bahkan hingga ke generasi sekarang. Murid-murid dan pengikut beliau bukan tipikal orang yang meninggalkan shalat atau shalatnya bolong-bolong, apalagi beliau sendiri. Saya yakin beliau melakukan itu dalam rangka menekankan pentingnya kehati-hatian soal Shalat kepada masyarakatnya; jangan-jangan ada shalat yang terlupa atau tidak sempurna syarat rukunnya dalam setahun terakhir sehingga dilakukan qadla. Tindakan berdasar kehati-hatian semacam ini masih bisa dicari landasan justifikasinya, di antaranya dalam penjelasan Qadli Husein.
Akan tetapi saya bukan sosok spesial seperti itu, murid-murid dan masyarakat di sekitar saya juga bukan tipikal yang seperti itu. Kalau saya menyiarkan shalat Kafarat pada masyarakat, hasilnya bukan malah munculnya kehati-hatian tapi justru menganggap enteng. Bukan tidak mungkin malah muncul orang-orang yang salah paham mengira shalat harian lima kali sehari tidak begitu penting sebab bisa ditebus sehari saja di jumat terakhir ramadhan. Bukan tidak mungkin yang shalatnya bolong-bolong malah menunda Qadla shalatnya menunggu hari itu. Dan bisa jadi ada yang mengira bahwa hutang shalat setahun bisa lunas hanya dengan sekali shalat di hari tersebut. Ini semua adalah kesalahan besar.
Sebab itu pendapat tersebut tidak saya pilih, saddan lidz-dzariah (karena menutup potensi keburukan yang dapat terjadi). Yang berani saya siarkan adalah pendapat standar dalam empat mazhab, yaitu shalat lima kali sehari adalah perkara yang amat penting dan wajib. Siapa yang meninggalkannya maka harus diqadla sesegera mungkin, tanpa boleh ditunda lama apalagi dikumpulkan hingga setahun. Hutang sekali shalat diqadla dengan sekali shalat, hutang seratus shalat hanya bisa lunas bila diqadla seratus shalat pula. Inilah pendapat saya dan jawaban saya ketika ditanya.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad
29 April 2022 pada 06.22 ·