Orang Berilmu Berpotensi Melakukan Kesalahan
Di dunia nyata atau di Medsos ini banyak sekali saya temukan ustaz dan pakar ilmu lainnya yang jauh di atas saya dari berbagai disiplin ilmu. Maha benar Allah dengan firman-Nya:
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
".... dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui." (QS Yusuf 76)
Di tulisan atau pengajian saya sering ada kesalahan dari saya. Alhamdulillah Sahib saya Kiai Nur Hasyim S Anam II Gus Abdul Wahab Ahmad guru saya Kiai Anas Muhammad Kiai Ragyl Wujdy dll sering mengirim chat WA meluruskan kesalahan saya. Saya ralat dan meminta maaf.
Kenapa perlu saling mengingatkan? Bukankah ilmu seseorang untuk mengoreksi diri sendiri? Sebab di dalam Al-Qur'an ada anjuran "Tawashaw bil Haqq", saling berpesan dengan sesuatu yang Haq. Bukan membiarkan kesalahan.
Mari kembali ke kitab induk Ilmu Tasawuf, Kitab Ihya'. Imam Al-Ghazali menyampaikan riwayat:
ﻛﺎﻥ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻳﻘﻮﻝ ﺭﺣﻢ اﻟﻠﻪ اﻣﺮﺃ ﺃﻫﺪﻯ ﺇﻟﻲ ﻋﻴﻮﺑﻲ
Umar bin Khattab berkata: "Semoga Allah memberi Rahmat kepada seseorang yang memberi tahu saya tentang aib-aib saya"
ﻭﻛﺎﻥ ﻋﻤﺮ ﻳﺴﺄﻝ ﺣﺬﻳﻔﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻪ ﺃﻧﺖ ﺻﺎﺣﺐ ﺳﺮ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻴﻦ ﻓﻬﻞ ﺗﺮﻯ ﻋﻠﻲ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺁﺛﺎﺭ اﻟﻨﻔﺎﻕ ﻓﻬﻮ ﻋﻠﻰ ﺟﻼﻟﺔ ﻗﺪﺭﻩ ﻭﻋﻠﻮ ﻣﻨﺼﺒﻪ ﻫﻜﺬا ﻛﺎﻧﺖ ﺗﻬﻤﺘﻪ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ
Umar bin Khattab bertanya kepada Hudzaifah: "Engkau pemegang rahasia dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam tentang orang-orang Munafik. Apakah engkau melihat ada tanda-tanda munafik dalam diriku?" Umar dengan kedudukannya yang tinggi ternyata masih menganggap ada kesalahan dalam dirinya (Ihya', 1/64)
Orang berilmu tidak dijamin pasti selalu benar. Imam Al-Ghazali banyak mencantumkan riwayat dari ulama Salaf:
ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻣﺜﻞ ﺯﻟﺔ اﻟﻌﺎﻟﻢ ﻣﺜﻞ اﻧﻜﺴﺎﺭ اﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﺗﻐﺮﻕ ﻭﻳﻐﺮﻕ ﺃﻫﻠﻬﺎ
Sebagian ulama berkata: "Perumpamaan kesalahan orang berilmu seperti kapal yang bocor. Kapalnya tenggelam bersama para penumpangnya"
ﻭﻗﺎﻝ ﻣﻌﺎﺫ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ اﺣﺬﺭﻭا ﺯﻟﺔ اﻟﻌﺎﻟﻢ ﻷﻥ ﻗﺪﺭﻩ ﻋﻨﺪ اﻟﺨﻠﻖ ﻋﻈﻴﻢ ﻓﻴﺘﺒﻌﻮﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﺯﻟﺘﻪ
Mu'adz bin Jabal berkata: "Hindarilah ketergelinciran orang yang berilmu. Sebab kedudukannya di hadapan manusia adalah agung. Maka mereka akan ikut dalam kesalahannya" (Ihya', 1/64)
Dalam beberapa riwayat hadis Nabi sudah mensinyalir bahwa orang yang berilmu memiliki ketergelinciran. Yaitu:
ﻭﻓﻲ اﻟﺨﺒﺮ اﺗﻘﻮا ﺯﻟﺔ اﻟﻌﺎﻟﻢ ﻭﻻ ﺗﻘﻄﻌﻮﻩ ﻭاﻧﺘﻈﺮﻭا ﻓﻴﺌﺘﻪ
"Hati-hati dengan ketergelinciran orang berilmu. Jangan langsung memvonisnya. Tunggulah ia kembali"
Terkait status hadis ini dikomentari oleh Al-Hafidz Al-Iraqi:
ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﻐﻮﻱ ﻓﻲ اﻟﻤﻌﺠﻢ ﻭاﺑﻦ ﻋﺪﻱ ﻓﻲ اﻟﻜﺎﻣﻞ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﻋﻮﻑ اﻟﻤﺰﻧﻲ ﻭﺿﻌﻔﺎﻩ
Hadis riwayat Al-Baghawi dalam Al-Mu'jam, dan Ibnu Adi dalam Al Kamil dari hadis Amr bin Auf Al Muzani. Keduanya menilai daif (Takhrij Hadis Ihya')
Anehnya sudah sangat banyak kiai dan ustaz yang mengingatkan tapi tak kunjung kembali, bahkan selalu aktif klarifikasi. Anehnya klarifikasinya justru semakin menambah ketergelinciran. Ini tidak hanya sekali, tapi sudah berkali-kali.
اللهم اهدنا الصراط المستقيم صراط الأنبياء والمرسلين والعلماء والصالحين
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin
28 April 2022 pada 14.11 ·