Mengkuti Pendapat Ulama Madzhab
Saat orang awam macam kita meninggalkan dalil lalu mengikuti pendapat ulama mujtahidin, itu sudah sesuatu yang tepat. Sebab, dalil itu barang mentah, untuk memahaminya membutuhkan berbagai piranti ilmu yang tidak sedikit. Sangat sulit atau bahkan bisa dikatakan mustahil bagi kita untuk memilikinya. Yang mana, hampir-hampir ulama sepakat, bahwa di zaman ini sudah tidak ada lagi mujtahid. Dibutuhkan kesadaran dan kerendahan hati untuk menyadari posisi kita agar kita bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat (sebagai muqallid bukan mujtahid).
Memaksakan diri dalam perkara yang bukan ranahnya, hanya akan melahirkan berbagai macam kerusakan. Ingat ! bukan hanya merusak di sendiri, tapi juga orang lain (umat). Sudah pemilihan dalilnya keliru, masih diperparah dengan pemahamannya yang tidak benar. Apalagi dalam alur istidlalnya, sudah bisa dipastikan akan menyimpang. Kalau sudah seperti ini, maka segala hukum turunannya juga akan salah.
Tapi kalau kita mengikuti ulama mujtahidin seperti para ulama madzhab fiqh yang empat, itu artinya kita telah mengikuti ulama yang kredibel untuk berbicara dalam masalah agama. Dengan demikian, kita akan mendapatkan tiga hal sekaligus, yaitu ; pemilihan dalil yang tepat, pemahaman terhadap dalil yang benar, dan istidal (penggunaan dalil untuk istimbath hukum) yang pada mestinya. Hal ini akan kita dapatkan tanpa harus capek-capek mengeluarkan banyak energi, waktu dan pikiran.
Mereka (para ulama madzhab) sangat tahu, mana-mana dalil yang tidak diamalkan walaupun shahih dengan sebab-sebab tertentu, mana-mana dalil yang lemah akan tetapi tetap diamalkan dengan berbagai murajjihat (penguat) yang ada, dan mana-mana dalil yang shahih dan diamalkan. Harus kita yakini, bahwa mereka senantiasa berpendapat dengan dalil (walau kadang tidak disebutkan dengan tujuan dan maksud tertentu).
Jika kita tidak tahu dalilnya atau bentuk istidlalnya, itu murni kebodohan kita. Jangan sampai kita gunakan untuk menuduh mereka meninggalkan dalil. Itu su’ul adab (jelak adab) kepada mereka. Berbeda pendapat silahkan, tapi menggunakan narasi yang baik, sopan dan beradab untuk memuliakan mereka hukumnya wajib. Semoga mencerahkan. Barakallahu fiikum.
(Abdullah Al-Jirani)
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
30 April 2022 pada 14.30 ·