Tasawuf Yang Hakiki

Tasawuf Yang Hakiki

TASAWUF YANG HAKIKI

Dalam tradisi Nahdlatul Ulama, sebagaimana dijelaskan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari dan diteruskan oleh para ulama kami, Imam Tasawuf yang dijadikan role model ada dua, yaitu: Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Ghazali.

Bagaimana gambaran ajaran tasawuf keduanya rasanya dapat tergambar dari beberapa pernyataan Imam Junaid berikut ini yang dinukil oleh Imam Qusyairi dalam kitabnya yang berjudul ar-Risalah Al-Qusyairiyah:

1. Tirakat

ما أخذنا التصوف عن القيل والقال، لكن عن الجوع؛ وترك الدنيا، وقطع المألوفات والمستحسنات.

"Kami tidak mengambil tasawuf dari katanya-katanya (ucapan orang), tapi dari rasa lapar, meninggalkan dunia, memutus kebiasaan standar dan kenikmatan" 

2. Mengikuti Ajaran Rasulullah

الطرق كلها مسدودة على الخلق إلا على من أقتفى أثر الرسول عليه الصلاة والسلام

"Semua jalan menuju Allah tertutup bagi makhluk kecuali atas orang yang mengikuti jejak lelaku Rasulullah alaihis shalah wassalam."

3. Berdasarkan hadis

علمنا هذا مشيّد بحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم.

"Ilmu kami ini (ilmu tasawuf) dibangun dengan hadis Rasulullah SAW. 

4. Terikat pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah

مذهبنا هذا: مقيَّد بأصول الكتاب والسنَّة.

"Mazhab kami ini (tasawuf) terikat dengan pokok-pokok al-Qur'an dan Sunnah"

Maka dari itu, tasawuf kami adalah tasawuf yang berlandaskan al-Qur'an dan Sunnah. Makrifat kami adalah makrifat yang diajarkan oleh al-Qur'an dan Sunnah. Lelaku spitual kami adalah lelaku yang berdasarkan ajaran Rasulullah. 

Imam Junaid adalah ulama besar dan sekaligus Sufi Agung bergelar Sayyidut Tha'ifah (pemimpin para sufi). Imam Qusyairi adalah seorang Sufi Agung sekaligus ahli tafsir terkemuka.

Beginilah Tasawuf yang diajarkan para imam dan berlandaskan dalil yang kokoh. Siapa yang mengaku sebagai sufi atau menempuh jalan makrifat tetapi alergi pada dalil al-Qur'an dan Sunnah, meremehkan keduanya atau menganggap jalannya berbeda dari penjelasan keduanya, maka dia tertipu setan.

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

20 Maret 2022  · 

beberapa komentar Ustadz utk menambah wawasan tentang tasawuf :

Muafa

Pemilihan tasawuf al-Junaid dan al-Gazzāli bagi saya adalah jenis tarjih yang mengagumkan. Menunjukkan kedalaman ilmu dan kajian yang serius terhadap sejarah tasawuf dan pemikirannya.

Untuk al-Junaid, jangankan bagi pecinta tasawuf, pengkritik keras tasawuf seperti Ibnu Taimiyyah saja memujinya sebagai imam huda dan panutan yang paling konsisten dalam beramar makruf nahi mungkar.

Untuk al-Gazzāli, siapapun yang membaca dengan inṣāf Ihyā’ Ulūmiddīn, maka akan mengakui di sana ada ilmu luar biasa untuk mengobati jiwa yang diungkapkan oleh sosok yang memiliki akal raksasa, yang sanggup memahami pelik-pelik fikih sekaligus sanggup memahami pelik-pelik tasawuf, lalu mengawinkannya. Bukan hanya secara pemikiran, al-Gazzālī juga praktisi yang membuktikan sendiri semua yang ditulisnya sehingga layak menjadi panutan kaum muslimin dalam hal ilmu dan amal. Al-Nawawī memuji al-Gazzāli dalam kitab Bustānu al-‘Arifin dan memandang amal al-Gazzāli yang sanggup menulis sehari sampai 4 kurrāsah adalah di antara tanda karamah beliau.

Tasawuf terbaik memang tasawuf yang dikontrol oleh kemampuan fikih. Sebab, jika orang jahil dari fikih, bagaimana cara dia tahu bahwa apa yang terlintas dihatinya itu dari syetan ataukah dari Allah? Wali besar seperti Abu bakarpun masih ketat berpegang fikih. Walaupun karamah belaiu sampai level bisa mengetahui jenis kelamin janin yang ada dalam rahim istrinya. Karena itu saat ada nenek yang bertanya bagian warisannya, beliau mencari orang yang tahu sabda Nabi ﷺ terkait problem tersebut.

Jika tasawuf yang ditetapkan adalah tasawuf al-Junaid dan al-Gazzāli, berarti say no terhadap tasawuf Ibnu ‘Arabī, karena tasawuf tokoh ini datang memang untuk menghancurkan tasawuf al-Gazzālī. Orang-orang yang mengkaji karya-karya Ibnu ‘Arabī akan tahu bagaimana tokoh ini mencaci al-Junaid dan mengagung-agungkan al-Ḥallāj, satu sikap yang juga dikecam oleh Ibnu ‘Ḥajar al-‘Asqalānī. Termasuk juga tasawuf falsafi yang semisal dengan Ibnu ‘Arabī (yang merupakan anak turun dari pemikirannya) seperti tasawuf Ibnu al-Fāriḍ, Ibnu Sab‘īn, Jalāluddīn al-Rūmī, Hamzah Fansuri, Siti Jenar dan semisalnya. Problem utama penyeru tasawuf yang sering mengajarkan ajaran kontroversial itu nampaknya karena merujuk pada Ibnu ‘Arabī dan yang semisal dengannya itu. Atau mencampur antara tasawuf al-gazzāli dengan Ibnu Arabī. Mungkin karena tidak tahu ajaran al-Gazzāli bertentangan dengan ajaran Ibnu ‘Arabī, atau bisa jadi memang hendak merendahkan ajaran tasawuf al-Gazzālī dan mempromosikan tasawuf Ibnu ‘Arabī. Wallāhua‘lam.

Muhammad Nora Burhanuddin

Muafa di kitab Ihya’ Ulumiddin bahkan dijelaskan oleh al-Ghazali loh bahwa al-Hallaj sedanh di level tauhid yang berbeda. Meski ada yang lebih tinggi. Tapi beliau memaklumi.

Artinya, tasawuf al-Ghazali sendiri mengapresiasi al-Hallaj Yi.

Bukan paham hulul yanh dibela. Tapi didudukkan oleh al-Ghazali bahwa yang dianggap hulul itu sebenarnya bukan hulul. Al-Hallaj seorang shufi besar yang muktabar menurut al-Ghazali.

Bahkan satu lagi. Dalam tarekat Qadiriyyah, di buku manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani, al-Hallaj hanya dianggap terpeleset gak kuat maqom saja. Tapi bukan sesat sejatinya. Terjadi kesalahpahaman lah intinya.

Muafa

Muhammad Nora Burhanuddin Saya memandangnya begini ustaz,

Bisa jadi Al-Gazzālī memang berhusnuzan terhadap al-Ḥallāj dan memberikan uzur, bahwa kata-kata kufur yang keluar dari lisannya adalah jenis syaṭaḥāt, yakni ucapan mabuk cinta terhadap Allah sehingga dihukumi seperti ucapan orang yang tidak sadar dan lepas taklif. Tapi al-Gazzālī juga menegaskan bahaya ucapan seperti ini bagi orang awam dan memastikan bahwa membunuh orang yang mengucapkan kata-kata seperti itu lebih afdal daripada membiarkan hidup 10 orang. Al-Gazzālī berkata,

«فهذا ومثله مما قد استطار في البلاد شرره وعظم في العوام ضرره حتى من نطق بشيء منه فقتله أفضل في دين الله من إحياء عشرة». [«إحياء علوم الدين» (1/ 36)]

Secara implisit al-Gazzālī mendukung hukum bunuh mati untuk al-Ḥallāj, meskipun secara substansi bisa jadi beliau berhusnuzan kepadanya.

Muhammad Nora Burhanuddin

Muafa beliau bukan hanya husnuddan disana. Tapi menyebutnya memiliki makam yang tinggi.

Membunuh terkadang wajib walau yang dibunuh gak salah secara esensial. Hanya dilihat efeknya saja.

Itu yang saya pahami.

Muhammad Nora Burhanuddin bagaimana redaksi al-Gazzali saat menyebut al-Hallaj berada di level tauhid berbeda dan memiliki maqam yg tinggi dan sufi muktabar? Soalnya banyak ulama besar di kalangan fukaha maupun ahli tasawuf yang lugas memvonis al-Hallaj kafir dan Zindiq dan itu ulama-ulama syafi'iyyah

Muafa

Muhammad Nora Burhanuddin bagaimana redaksi al-Gazzali saat menyebut al-Hallaj berada di level tauhid berbeda dan memiliki maqam yg tinggi dan sufi muktabar? Soalnya banyak ulama besar di kalangan fukaha maupun ahli tasawuf yang lugas memvonis al-Hallaj kafir dan Zindiq dan itu ulama-ulama syafi'iyyah

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Tasawuf Yang Hakiki". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait