Wibawa Keilmuan Imam At-Tirmidzi

Wibawa Keilmuan Imam At-Tirmidzi

WIBAWA KEILMUAN IMAM AT-TIRMIDZI

Hadis tentang mengadzankan bayi yang datang dari sahabat Abu Rafi’ beliau berkata ; “Aku melihat nabi Saw mengadzani di telinga Al-Husain ketika dilahirkan oleh Fathimah.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan selainnya dari jalan Sufyan dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah bin Abu Rafi’ dari Bapaknya, Abu Rafi’ beliau berkata... (lalu beliau menyebutkan hadisnya).

Imam ahli hadis Ibnul Mulaqqin (w. 804 H) rahimahullah dalam kitabnya Al-Badrul Munir menyebutkan, bahwa hadis di atas telah dishahihkan oleh sekelompok dari imam-imam ahli hadis, di antara mereka adalah At-Tirmidzi, Al-Hakim, Abu Dawud As-Sijistani, dan Abdul Haq Al-Isybili. At-Timidzi berkata ; “Ini hadis hasan shahih”. Imam Al-Hakim berkata ; “Hadis ini sanadnya shahih”. Imam Abdul Haq berkata ; “Hadis ini ada dua kemungkinan, kalau tidak hasan atau shahih”. Imam Abu Dawud mendiamkannya sebagai pertanda hadis ini “shalih” di sisi beliau.

Sebagai sebuah fakta, beliau (Ibnul Mulaqqin) menyebutkan bahwa dzahir sanad hadis di atas ada seorang rawi yang bernama ‘Ashim bin ‘Ubaidillah. Rawi ini telah dilemahkan oleh sekelompok ulama ahli hadis, di antaranya ; Imam Al-Bukhari, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Ibnul Qaththan. Ini baru dzahir sanadnya, ya.

Tapi uniknya, setelah itu beliau (Ibnul Mulaqqin) tidak serta-merta kemudian menyalahkan para imam yang menshahihkan hadis di atas, terkhusus imam At-Tirmidzi dan AlHakim. Beliau berkata ;

فَلَعَلَّهُ اعتضد عِنْدهمَا بطرِيق آخر فَصَارَ صَحِيحا عَلَى أَنِّي لم أجد لَهُ طَرِيقا غير الطَّرِيق الْمَذْكُورَة

“Barang kali hadis di atas menurut keduanya (imam At-Tirmidzi dan Al-Hakim) ditolong (dikuatkan) oleh jalur periwayatan yang lain sehingga menjadi shahih, namun aku belum mendapatkan jalur lain baginya selain jalur yang telah disebutkan.” (Al-Badrul Munir : 9/348)

Kalimat beliau “aku belum mendapatkan jalur lain...”, menunjukkan bahwa beliau menyadari akan keterbatasan ilmu yang ada pada diri beliau. Dan ketidaktahuan beliau terhadap adanya kemungkinan jalur periwayatan lain yang menguatkan hadis di atas, tidak melazimkan jalur lain itu tidak ada. kata sebagian ulama “ketiadaan ilmu terhadap sesuatu tidaklah melazimkan sesuatu itu tidak ada”.  Beliau lebih senang untuk menuduh diri sendiri dengan keterbatasan ilmu daripada menyalahkan para imam ahli hadis seperti At-Tirmidzi dan Al-hakim sebagai bentuk adab terhadap mereka.

Dari sini kita bisa mengetahui bagaimana wibawa keilmuan para ulama hadis semisal imam At-Tirmidzi dan yang selevel dengan beliau di sisi para ulama sezaman dan setelahnya. Mereka tidak berani untuk gegabah dalam menyalahkan para imam ahli hadis semata berdasarkan pengamatan mereka kepada dzahir sanad sebuah hadis.

Karena dimaklumi bersama, bahwa pernyataan “sanad hadis ini lemah”, bukan berarti menjamin pasti bahwa “hadis ini lemah”.  Artinya hadis yang di dalam sanadnya ada kelemahan, belum cukup sebagai landasan untuk menghukumi hadis tersebut lemah. Karena bisa jadi ada jalur-jalur lain yang menguatkannya sehingga naik ke derajat hasan atau shahih. Bagi mereka, kalau imam selevel At-Tirmidzi dan semisal beliau telah menyatakan “hadis ini shahih”, itu sudah dianggap closing (sudah selesai). Tidak usah diotak-atik lagi. 

Ini berbeda dengan perilaku orang-orang di zaman ini. Bermodal keterbatasan ilmu (kebodohan), begitu mudah menyalahkan para imam-imam ahli hadis yang keilmuan dan hafalan mereka telah ‘menembus pintu-pintu langit’.  Mereka hafal ribuan, atau ratusan ribu, atau bahkan jutaan hadis lengkap dengan sanad dan matannya. Mereka juga memahami ilmu rijal dan kaidah-kaidah hadis dengan sempurna. Mereka juga memahami makna dan fiqh dari hadis-hadis yang mereka riwayatkan.

Bahkan sebagiannya sampai melontarkan tuduhan-tuduhan keji kepada para imam ahli hadis semisal : “Imam At-Tirmidzi tidak pecus menilai hadis”, atau “Sunan At-Tirmidzi banyak hadis-hadis yang lemah”, atau “Imam At-Tirmidzi mutasahil (gegabah) dalam menilai hadis”, atau “Imam At-Tirmidzi tidak paham rijal hadis”, atau “Imam At-Tirmidzi tidak mengetahui kelemahan rawi fulan dan 'allan”, atau “penilaian imam At-Tirmidzi terhadap hadis tidak akurat”, atau narasi-narasi yang semisalnya. Na’udzubillah min dzalik (kita berlindung kepada Allah dari ucapan-ucapan keji seperti ini). 

Semoga tulisan ini menjadi renungan bagi kita sekalian. Amin.

(Abdullah Al-Jirani)

Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani

15 Februari 2022  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Wibawa Keilmuan Imam At-Tirmidzi". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait