Sesajen di Semeru - Menjawab Tuduhan Wahabi

Sesajen di Semeru

Sesajen Di Semeru

Tuan Abdul Hanan , teman bermain saat di Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Gondanglegi Malang yang asli kelahiran Pronojiwo Lumajang ini, menelpon saya pada Sabtu kemarin dan mengirim video ada orang yang menendang sesajen yang dikatakan syirik dan justru mengundang murka Allah.

Di WA beliau tulis begini: "Video di atas adalah suatu ritual, dimana setelah 40 hari meletusnya gunung Semeru bada Magrib kami membaca tola bala, yasin, dll. Sesuai petunjuk salah satu kyai. Pagi harinya kami memasang semacam sesajen (petek'an: madura). Namun ada kelompok minhum yg membuang dan mengupload di medsos. Masyarakat kami sangat tidak terima dengan perilaku mereka.. bagaimana cara menyikapinya kyai?"

Saya mengikuti beberapa kali Bahtsul Masail di PWNU yang berkaitan dengan tradisi, baik seperti bersih-bersih kampung, larung laut, nyadran dan sebagainya, para Musyawirin selalu memberi perincian dari kitab Fathul Mu'in yang bersumber dari Kitab Tuhfah Ibnu Hajar:

(فَائِدَةٌ) مَنْ ذَبَحَ تَقَرُّبًا للهِ تَعَالَى لِدَفْعِ شَرِّ الْجِنِّ عَنْهُ لَمْ يَحْرُمْ، أَوْ بِقَصْدِهِمْ حَرُمَ… وَصَارَتْ ذَبِيْحَتُهُ مَيْتَةً. بَلْ إِنْ قَصَدَ التَّقَرُّبَ وَالْعِبَادَةَ لِلْجِنِّ كَفَرَ (إعانة الطالبين - ج 2 / ص 397)

“Barangsiapa menyembelih hewan (atau makanan) sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah untuk menghindari petaka dari Jin, maka tidak haram. Jika bertujuan untuk Jin (bukan karena Allah), maka haram… Sebab sembelihannya menjadi bangkai. Bahkan jika bertujuan mendekatkan diri dan ibadah kepada Jin, maka ia telah berbuat kufur” (Syaikh Abu Bakar Syatha, Ianat ath-Thalibin, 2/397)

Saya yakin kiai tadi saat menyembelih ayam tetap membaca Bismillah, bukan "sesembahan" yang ada di gunung, karena yang melakukan memang jelas-jelas Islam.

Namun tetap saya tekankan lebih baik makanan itu disedekahkan, dimakan bersama. Tapi Bang Hanan ini bilang bahwa makanan itu sengaja dibiarkan supaya dimakan oleh burung atau hewan apapun yang ada di sekitar Semeru. Kalau seperti itu jutsru tidak apa-apa. Seperti dijelaskan oleh Imam Ar-Ramli:

ﻓﻤﺎ ﻳﻘﻊ اﻵﻥ ﻣﻦ ﺭﻣﻲ اﻟﺨﺒﺰ ﻓﻲ اﻟﺒﺤﺮ ﻟﻄﻴﺮ اﻟﻤﺎء ﻭاﻟﺴﻤﻚ ﻟﻢ ﻳﺤﺮﻡ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔ؛ ﻷﻧﻪ ﻗﺮﺑﺔ

Apa yang terjadi saat ini dengan melempar roti ke laut untuk binatang laut dan ikan adalah tidak haram meskipun memiliki harga sebab hal itu termasuk sedekah kepada hewan (Nihayatul Muhtaj, 7/367)

Lalu dari sisi mana Syirik dan mendatangkan murka Allah?

Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin 

10 Januari 2022 pada 09.52  · 

--- sambungan ---

Tulisan saya soal sesajen yang awalnya untuk menjawab tuduhan syirik dan  penyabab murka Allah dari Kelompok Salafi, Alhamdulillah, juga mendapat respon tidak dari Salafi saja, tetapi juga sesama NU dan sama-sama santri. 

Saya tidak pernah melakukan sesajen. Guru-guru dan Kiai saya di NU juga tidak melakukan sesajen. Tapi saat ada orang awam yang melakukan sesajen -karena memang tidak belajar di pesantren- tidak langsung divonis Kafir.

Para kiai lebih mengarahkan agar niat yang menyimpang jutsru diluruskan. Berikut data dari Bahtsul Masail PWNU Jatim di Gresik (2009) yang saat itu saya jadi notulen.

Terkait niat sedekah kepada hewan saya dapatkan dari senior saya Gus Ali Romzi dan berikut pembahasan di Bahtsul Masail:

Soal redaksi rincian

Sesajen di Semeru

Sesajen di Semeru

Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin

10 Januari 2022 pada 14.35  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Sesajen di Semeru - Menjawab Tuduhan Wahabi". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait