Memahami Hukum Langsung dari Al-Quran dan Hadis, Mungkinkah?

Memahami Hukum Langsung dari Al-Quran dan Hadis, Mungkinkah?

Memahami Hukum Langsung dari Al-Quran dan Hadis, mungkinkah?

Jika ditanya, bagaimana tata cara berwudhu sesuai Al-Quran dan Hadis Shahih?

Dalam Al-Quran disebutkan:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ... المائدة: 6

Bagaimana berwudhu sesuai tuntunan Rasulullah?

عنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّه  تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ. متفق عليه واللفظ للمسلم.

Al-Quran menyebutkan bahwa dalam berwudhu ada 4 hal yang diperintahkan: membasuh wajah, membasuh tangan, mengusap kepala dan membasuh kaki. Sedangkan dalam hadis menyebutkan lebih banyak lagi anggota tubuh yang dibasuh bahkan membasuhnya 3x juga shalat 2 rakaat setelah berwudhu.

Jika demikian yang dijelaskan Al-Quran dan Hadis, maka mana saja perintah yang wajib dikerjakan dalam wudhu, mana perintah yang sunah dikerjakan? 

Jika dijawab: kerjakan saja semua perintah Al-Quran dan hadis itu!

Maka ini akan menimbulkan pertanyaan baru, apakah setiap perintah dalam Al-Quran dan Hadis itu WAJIB dikerjakan?!

Jawabannya, tentu tidak!

Tidak semua perintah yang ada dalam Al-Quran dan Hadis lazim dikerjakan secara mutlak.

Wajib = perintah berpuasa di bulan Ramadhan. 

 فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۖ

Sunah = perintah taawudz sebelum membaca Al-Quran 

 فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْءَانَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَٰنِ الرَّجِيْمِ 

Mubah = perintah makan dan minum di malam Ramadhan sampai sebelum fajar

 وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

Tidak semua larangan yang ada dalam Al-Quran dan Hadis lazim ditinggalkan secara mutlak.

Haram = larangan menjimak istri ketika haid sampai mereka bersuci وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَۖ 

Makruh = larangan duduk sampai shalat thahiyatul masjid

 فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ

Al-Quran berbahasa Arab, dan merupakan salah satu hal yang digunakan sehari-hari dalam percakapan bahasa Arab adalah pemakaian kata perintah (shighah amr) dengan maksud berbeda-beda, kadang perintah itu lazim dikerjakan kadang hanya sebatas anjuran - nasehat saja, permintaan, dst. Dr. Salim Abu Ashi mengatakan: “Diksi perintah dalam Al-Quran memiliki 20 makna, bahkan Imam Zarkasyi dalam Bahr Muhith mengatakan ada 35 makna”. Tentu hal ini tidak dipahami kecuali orang yang menafsirkan dan memahami hukum dari Al-Quran dan Hadis tersebut adalah orang yang menguasai Bahasa Arab, ilmu ushul fiqih, dan perangkat lain yang harus dikuasai sebelum menafsirkan Al-Quran.

Oleh karena itulah dalam kitab “Ar-Risalah” Imam Syafii menyatakan: “Aku awali (pembahasan dalam kitab ini) dengan penjelasan bahwa Al-Quran turun dalam Bahasa Arab bukan membahas hal lain, karena tidak seorang pun mampu untuk memahami dengan jelas ilmu yang disampaikan Al-Quran jika ia tidak memahami keluasan Bahasa Arab, betapa banyak interpretasi, kumpulan makna dan percabangannya. Barang siapa menguasai Bahasa Arab maka niscaya ia terhindar dari syubhat yang menimpa orang yang bodoh terhadap bahasa ini.“

Kenapa harus tau mana yang wajib mana yang sunah, kenapa harus dibedakan mana yang haram mana yang makruh, kerjakan saja semua perintah dan jauhi semua larangan dalam Al-Quran dan Hadis!

Harus dibedakan, kenapa?

1. Dalam keadaan darurat, jika hanya ada sedikit sekali air maka mana anggota wudhu yang wajib dibasuh dan mana sunah yang bisa ditinggalkan?!

2. Bisa jadi orang yang tidak bisa membedakan maka akan menyepelekan yang wajib demi mengerjakan yang sunah. Contoh: hukum tidak memotong kuku bagi orang yang berkurban sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai hewannya disembelih adalah sunah, sedangkan meratakan air ke seluruh anggota wudhu wajib. Bisa jadi karena mengejar sunah, ia membiarkan kukunya panjang sehingga air tidak sampai kepada bagian yang wajib dibasuh saat berwudhu. Bersedekah sunah, menafkahi keluarga wajib, bisa jadi seorang suami yang tidak memahami hukum, mengejar sunah pahala bersedekah dan membiarkan keluarganya kekurangan dalam nafkah makan dan kesehariannya.

3. Dalam Al-Quran dan Hadis ada yang dzahir lafadznya hukum syari padahal bukan, seperti lafadz “wajib” yang dijelaskan dalam hadis hukum mandi di hari jum`at ini.

Apa dalil mandi di hari jumat?

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ عَنِ النَّبِىِّ  قَالَ “الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ”. أخرجه السبعة إلا الترمذي

“Mandi di hari jumat itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh”.

Dan juga apakah hadis tersebut bertentangan dengan hadis lain yang menjelaskan tentang hukum mandi jumat?

عَنْ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  “مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنِ اغْتَسَلَ فَهُوَ أَفْضَلُ". أخرجه الخمسة وحسنه الترمذي.

“Orang yang wudhu pada hari Jumat, maka dengan wudhu itu dia mendapat nikmat, dan orang yang mandi, maka mandi itu lebih utama”.

Jadi hukum mandi jumat itu wajib apa sunah?

4. Dst… 

= = = 

Jadi demikianlah, “memahami Al-Quran dan Hadis tak semudah memahami seorang perempuan”. Perlu sejumlah perangkat ilmu dan tidak cukup lewat Al-Quran terjemah saja. Oleh karenanya, ilmu tafsir adalah ilmu ghayah - ilmu maqashid. Maka semua ilmu alat, khususnya ilmu bahasa (Arab), juga ilmu keislaman lainnya, berfungsi untuk berkhidmah pada Al-Quran - Hadis. Maka dari itu, syarat kecakapan seorang mufasir mencakup hampir seluruh penguasaannya pada ilmu keislaman. Dalam Kitab Al-Itqan fi Ulumil Quran Imam Suyuthi menyebutkan ilmu-ilmu yang harus dikuasai seorang mufasir: ilmu bahasa, nahwu, sharaf, isytiqaq, ilmu balaghah (maani, bayan, badhi), ilmu qiraat, ushuludin, ushul fiqih, asbab nuzul, nasikh mansukh, fiqih, hadis, ilmu anugrah (yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki). 

Tentu semua jawaban permasalahan ini selesai jika kita ikut ulama, ulama-lah yang akan “bersusah payah” menguasai berbagai macam ilmu tersebut dan berijtihad dalam mengambil hukum dari Al-Quran, Hadis dan dalil-dalil lainnya. Kita cukup bertanya pada ulama dan menerima jawabannya.

Jadi gimana, ikut Al-Quran dan Hadis, atau ikut ulama?

Sumber FB : Sheila Ardiana

3 November 2021

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Memahami Hukum Langsung dari Al-Quran dan Hadis, Mungkinkah?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait