Memahami Takwil Istiwa

Memahami Takwil Istiwa

MEMAHAMI TAKWIL ISTIWA

#Konsultasi

Assalamualaikum Ustaz, afwan izin bertanya. Sebagai pengikut Asyairah dalam akidah tentu kita mengikuti ulama Asyairah dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat dengan metode yang salah satunya yaitu takwil. Nah, tentu kita tahu kelompok Salafi-Wahabi sangat anti terhadap takwil Asyairah. Misalnya dalam menakwilkan istiwa dengan istaula. Menurut mereka jika ditakwil demikian berarti sebelum Allah menciptakan langit dan bumi, Allah belum menguasai arsy. Bagaimana cara menjawab pertanyaan tersebut Ustaz? Syukran. Barakallahu fikum wa jazakumullahu khairan.

Jawaban:

Waalaikumsalam. Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kami rasa perlu menambah beberapa pembahasan yang dianggap penting yang masih berkaitan dengan pertanyaan tersebut.

Pertama terkait cara ulama Asyairah menafsirkan ayat mutasyabihat. Imam az-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan fi ‘Ulumil-Quran menjelaskan hal itu.

قَدْ اِخْتَلَفَ النَاسُ فِيْ الوَارِدِ مِنْهَا – يَعْنِيْ المُتَشَابِهَات – فِيْ الآيَاتِ وَاْلأحَادِيْث عَلَى ثَلَاثِ فِرَقِ :

“Ulama dalam menafsirkan ayat mutasyabihat dalam ayat al-Quran dan hadis terpecah menjadi tiga golongan.”

أحَدُهَا : أنَّهُ لَا مَدْخَلَ لِلتَّأْوِيْلِ فِيْها, بَلْ تَجْرِيْ عَلَى ظَاهِرِهَا وَلَا نُؤَوِّل شَيْئًا مِنْهَا وَهُمْ المُشَبِّهَة

“Pertama, tidak memberi jalan untuk mentakwil dalam ayat mutasyabihat. Melainkan memahaminya dengan pengertian literal. Dan kami tidak mentakwil apapun terhadapnya. Pemahaman seperti ini merupakan pemahaman aliran musyabbihah (aliran yang memiliki paham menyerupakan Allah dengan makhluk)”

الثَانِيَةُ : أنَّ لَهَا تَأْوِيْلًا وَلَكِنَّا نُمْسِكُ عَنْه مَعَ تَنْزِيْهِ اِعْتِقَادِنَا عَنْ الشِبْه وَالتَعْطِيْل وَنَقُوْلُ لَا يَعْلَمُهُ إلَّا الله وَهُوَ قَوْلُ السَلَف

“Kedua, sebenarnya bisa mentakwil mutasyabihat. Namun kami menghindarinya serta tetap mensucikan keyakinan kami dari menyerupakan Allah dengan makhluk dan menafikan sifat Allah. Kami bersiteguh bahwa tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Pemahaman ini merupakan pemahaman ulama salaf (tafwid).”

وَالثَالِثَةُ : أنَّها مُؤَوِّلَةٌ وَأَوَّلُوْهَا عَلَى مَا يَلِيْقُ بِهِ

“Ketiga, ayat mutasyabihat bisa ditakwil. Dan mereka menakwilnya dengan apa yang layak bagi-Nya.”

وَالْأَوَّلُ بَاطِلٌ يَعْنِيْ مَذْهَبُ الْمُشَبِّهَةِ وَاْلأَخَرَانِ مَنْقُوْلَانِ عَنْ الصُحْبَةِ

“Pendapat pertama, pendapat aliran musyabbihah, adalah pendapat yang ditolak. Sedangkan dua pendapat lainnya (pendapat kedua dan ketiga), pendapat yang dinukil dari shahabat. (pendapat yang diterima)”

Dari pemaparan Imam az-Zarkasyi di atas, jelas metode takwil mendapat legalitas dari ulama, bahkan pendapat tersebut dinukil dari shahabat. Begitupun dengan ulama yang lebih memilih tafwid. Sedangkan pendapat yang memahami mutasyabihat secara zahir lafal, maka ditolak. (di zaman sekarang, pendapat ketiga ini yang diikuti oleh wahabi)

Kedua terkait metode takwil. Sebelumnya telah jelas dalil legalitas takwil. Untuk melengkapinya, kita perlu menjelaskan metode takwil secara rasional. Bagaimana caranya? Beberapa waktu lalu Habib Taufiq as-Segaf, Pasuruan menjelaskan hal ini. Beliau meyamakan metode takwil dengan ucapan seperti ini, “Presiden memikul kursi jabatannya”. Apakah ucapan tersebut berarti presiden benar-benar memikul kursi kepresidenan pada pundaknya? Jelas tidak. Namun maksudnya adalah presiden memiliki tanggungjawab penuh dalam jabatannnya.

Sama halnya dengan takwil istawa dalam ayat istiwa. Maka bukan berarti Allah bersemayam di arsy, melainkan bermakna menguasai arsy menurut salah satu pendapat yang mentakwilnya dengan menguasai.

Ketiga terkait penakwilan istawa dengan istaula (menguasai). Nah, poin ketiga ini adalah pertanyaan yang dimaksud. Yakni, bukankah dengan memaknai istawa dengan istaula memberi pemahaman bahwa sebelum Allah menciptakan langit dan bumi maka Allah belum menguasai arsy?

Sebenarnya pertanyaan tersebut timbul dari pemahaman bengkok dari surah al-A’raf ayat 54,

اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ

“Sungguh, Tuhanmu yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu Dia ber-istiwa di arsy”

Ternyata pemahaman seperti itu sudah dibantah jauh-jauh sebelumnya oleh Imam ar-Razi dalam kitab tafsirnya, at-Tafsir al-Kabir.

فَإِنْ قِيْلَ : فَإِذَا حَمِلْتُمْ قَوْلَهُ : { ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ } عَلَى أَنَّ المُرَادَ : اسْتَوَى عَلَى المُلْكِ ، وَجَبَ أَنْ يُقَالَ : اللهُ لَمْ يَكُنْ مُسْتَوِياً قَبْلَ خَلْقِ السَمَوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Apabila dikatakan, ayat “ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ” diartikan menguasai, maka akan menimbulkan pemahaman Allah tidak menguasai sebelum menciptakan langit dan bumi”

قُلْنَا : إِنَّهُ تَعَالَى إِنَّمَا كَانَ قَبْلَ خَلْقِ العَوَالِمِ قَادِراً عَلَى تَخْلِيْقِهَا وَتَكْوِيْنِهَا وَمَا كَانَ مُكَوَّناً وَلَا مَوْجُوْداً لَهَا بَأَعْيَانِهَا بِالْفِعْلِ ، لِأَنَّ إِحْيَاءَ زَيْدٍ ، وَإِمَاتَةَ عَمْرٍو ، وَإِطْعَامَ هَذَا وَإِرْوَاءَ ذَلِكَ لَا يَحْصُلُ إِلَّا عِنْدَ هَذِهِ الأَحْوَالِ

“Kami menjawab, sesungguhnya sebelum penciptaan alam, Allah telah menguasai akan hal itu. Sebab tidaklah sesuatu diciptakan kecuali setelah benar-benar tercipta. Layaknya Allah menghidupkan Zaid, mematikan ‘Amr, memberi makan sesorang dan memberi minumnya kecuali setelah hal itu benar-benar terjadi.”

 فَإِذَا فَسَّرْنَا العَرْشَ بِاْلمُلْكِ وَالْمُلْكُ بِهَذِهِ الأَحْوَالِ ، صَحَّ أَنْ يُقَالَ : إِنَّهُ تَعَالَى إِنَّمَا اسْتَوَى عَلَى مُلْكِهِ بَعْدَ خَلْقِ السَمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ بِمَعْنَى أَنَّهُ إِنَّمَا ظَهَرَ تَصَرُّفُهُ فِي هَذِهِ الأَشْيَاءِ وَتَدْبِيْرُهُ لَهَا بَعْدَ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ ، وَهَذَا جَوَابٌ حقٌّ صَحِيْحٌ فَِيْ هَذَا المَوْضِعِ .

“Maka jika kita menafsirkan arsy dengan kerajaan dan kerajaan tersebuat ada setelah penciptaan, maka benar jika dikatakan Allah mengusai kerajaan setelah menciptakan langit dan bumi, dalam artian, Allah menampakkan tasarrufnya pada arsy setelah keberadaannya (wujud arsy) dan mengatur arsy setelah menciptakan langit dan bumi. Jawaban demikian merupakan jawaban yang benar dalam hal ini.”

Singkatnya, Allah sebelum menciptakan langit dan bumi, Allah telah menguasai arsy. Hanya saja tampak kekuasaan itu setelah terciptanya arsy. Contoh mudahnya seperti ini, ada gelas di hadapan kita. Logikanya kita bisa mengangkat gelas tersebut. Setelah itu, coba kita pindah gelas itu, apakah berarti kita tidak menguasainya? Jawabannya tetap menguasai. Hanya saja, akan tampak kekuasaan kita untuk mengangkat gelas itu jika gelas itu dihadirkan pada hadapan kita seperti semula. Wallahu a’lam.

Ghazali | Annajahsidogiri.id

***

Media Sosial Annajah Center Sidogiri:

Facebook:

https://fb.me/AnnajahCenterSidogiri

Instagram:

https://instagram.com/annajahcenter

Twitter:

https://twitter.com/annajah_center

Youtube:

https://youtube.com/c/AnnajahCenterSidogiri

Telegram:

https://t.me/AnnajahCenterSidogiri

Website:

https://annajahsidogiri.id

Konsultasi Akidah:

https://wa.me/6285731455000

#Sidogiri #AnnajahCenterSidogiri

Sumber FB : Annajah Center Sidogiri

6 Agustus 2021 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Memahami Takwil Istiwa". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait