Warisan dan Keengganan Masyarakat Mengamalkan Ilmu Faraidh

Warisan dan Keengganan Masyarakat Mengamalkan Ilmu Faraidh

WARISAN DAN KEENGGANAN MASYARAKAT MENGAMALKAN ILMU FARAIDH

Kesalahan dan problematika masyarakat kita dalam hal pembagian warisan secara umum dapat digambarkan dalam beberapa poin berikut:

1. Sering terjadi orang tua sebelum meninggal sudah membuatkan atau memberikan rumah kepada anak sulung (atau adik-adiknya selain anak yang bungsu) sesaat setelah mereka menikah. Maksud orang tua, kelak rumah yang mereka tempati akan diberikan kepada anak yang paling bungsu. Kemudian saat orang tua meninggal, banyak terjadi anak sulung (dan adik-adik selain anak bungsu) minta jatah atau bagian warisan rumah orang tua yang ditempati adik bungsunya. Alasan mereka, secara hukum mereka masih berhak atas warisan tersebut. Anak yang paling bungsu pun merasa rugi dan kakak-kakaknya yang beruntung jika rumah warisan masih harus dibagi, karena dia sebelumnya tidak mendapatkan pemberian apa-apa dari orang tuanya. Konflik sering bermula karena ini. 

2. Anggapan umum masyarakat, warisan akan dimiliki istri dan anak-anaknya disaat suami meninggal walaupun suami masih memiliki ahli waris lain yaitu ibu atau bapak. Tentu saja yang demikian tidak dibenarkan atau bentuk kezaliman atas hak ahli waris lain. Menambah runyam, jika kelak istri kembali menikah dan suami kedua juga ikut menempati rumah warisan suami pertama.

3. Warisan atau tirkah sering tidak dibagi sesuai ilmu faraidh (ilmu fikih yang berkaitan dengan pembagian warisan). Bahkan zaman akhir, banyak sekali masyarakat, termasuk ahli ilmunya (baca; kyainya) yang ogah membagi warisan melalui ilmu faraidh. 

Adapun kasus warisan dibagi rata (tidak memperhatikan bagian-bagian ahli waris dalam ilmu faraidh) setelah diketahui jumlah warisan (tirkah) dan siapa sajakah ahli warisnya, maka hukumnya boleh. Dalam madzhab Syafi'i, masalah ini masuk pembahasan ibro' perkara majhul tetapi yang diperbolehkan. (Lihat I'anah ath-Thalibin bab hibah). 

4. Kasus warisan yang berupa harta gono-gini sering tidak diselesaikan secara Islami atau solusi Islam. 

5. Menggunakan warisan untuk acara selamatan 7 hari dan seterusnya, sementara ahli warisnya masih ada yang belum baligh (mahjur 'alaih) hukumnya terlarang dalam madzhab Syafi'i. Yang membolehkan hanya ulama' Malikiyah, dimana tradisi sedekah selamatan menurut mereka dianggap seperti wasiyat dari mayit. 

6. Banyak yang menganggap wajar saat suami meninggal dan meninggalkan istri tanpa anak, maka seluruh warisan dikuasi istri sepenuhnya. Padahal mayit masih memiliki ibu, atau bapak, atau saudara yang masih ahli waris yang berhak juga mendapatkan warisan. 

7. Yang berlaku selama ini, saat suami meninggal dan hanya meninggalkan istri serta tidak ada ahli waris lain, seperti bapak, ibu, atau saudara-saudara mayit, maka seluruh harta boleh dikuasai istri. Padahal masih ada kerabat mayit dzawil arham (keluarga mayit yang bukan ahli waris) yang juga berhak mendapatkan warisan setelah tidak ada ahli waris yang mendapatkan warisan (selain suami atau istri). 

8. Dalam membagi warisan yang diperlukan adalah ilmu faraidh, bab dakwa/syahadah ketika terjadi perdebatan hak kepemilikan, bab shuluh jika diperlukan untuk damai, dan bab qismah dalam hal pembagian harta warisan. Tetapi hal-hal ini sudah jarang sekali diperhatikan masyarakat dan mereka mengalir saja tanpa kejelasan hukum pembagian warisan yang sesuai dengan prosedur ilmu faraidh. 

9. Masyarakat lebih banyak mementingkan urusan sedekah selamatan 7 hari dan seterusnya yang hukumnya hanya sunat ketimbang perkara wajib yang menjadi tanggungan mayit, misal tanggungan zakat saat masih hidup yang belum dibayarkan, tanggungan kaffarat atau fidyah meninggalkan puasa Ramadhan jika ada, pinjaman barang atau pinjaman uang kepada pihak lain yang belum dikembalikan dan tanggungan-tanggungan lain. Padahal haram hukumnya membagi warisan disaat tanggungan mayit belum diselesaikan.

Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur

29 April 2021

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Warisan dan Keengganan Masyarakat Mengamalkan Ilmu Faraidh". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait