Keyakinan Tidak Hilang dengan Sebab Adanya Keragu-raguan

Keyakinan Tidak Hilang dengan Sebab Adanya Keragu-raguan - Kajian Islam

Keyakinan Tidak Hilang dengan Sebab Adanya Keragu-raguan

NGAJI KAIDAH FIKIH

اليقين لا يزول بالشك

"Keyakinan tidak hilang (....) dengan sebab adanya keragu-raguan."

Bagaimana sebenarnya maksud dari kaidah fikih ini?

Di satu sisi, jika seseorang memiliki keyakinan terhadap sesuatu, tentu tidak mungkin disaat yang sama ia juga meragukan sesuatu itu. Kalau sudah ragu, tentu saja tidak lagi disebut yakin. Dan kalau masih yakin, saat itu tidak ada keraguan. Jadi tidak perlu dijelaskan bahwa "keyakinan tidak hilang disebabkan keraguan", karena keraguan itu sesuatu yang tidak ada di saat keyakinan masih ada. Jadi memang tidak terpikirkan bahwa sesuatu yang ada menjadi hilang disebabkan oleh sesuatu yang sebenarnya tidak wujud sama sekali.

Kemudian, jika dimaksudkan dengan keyakinan dan keraguan adalah pada dua hal berbeda. Misalnya ada seseorang yang masih kuat dalam ingatannya bahwa ia baru saja berwudhu dan hal itu diyakini dengan sepenuhnya. Lalu ia ragu-ragu adakah tadinya saat berada di tangga mesjid ia kentut atau tidak. Dalam hal ini juga tidak pernah dibayangkan bahwa keragu-raguannya tentang kentut akan menyebabkan keyakinan berwudhunya menjadi hilang. Masak karena ragu-ragu kentut, ia tidak yakin lagi lagi pernah ke kulah untuk berwudhu. Maka tidak perlu dijelaskan bahwa "Keyakinan tidak hilang disebabkan keraguan" karena hal itu memang sama sekali tidak terpikirkan. 

Maka dalam memahami kaidah ini perlu ditakdirkan lafaz tertentu agar maksudnya dapat dibenarkan. 

Yaitu ;

(اليقين لا يزول) أي حكمه (بالشك)

Hukum yang timbul atas dasar keyakinan tidak hilang dengan sebab datangnya keragu-raguan. 

Misalnya hukum thaharah (dalam kondisi suci) yang didasari pada keyakinan berwudhu tidak menjadi hilang disebabkan keraguan tentang hadas.

Pemahaman kaidah ini dengan melalui adanya takdir lafaz tertentu sebagai syarat agar kaidah ini dapat dipahami secara benar dinamakan dalalah iqtidha'. 

دلالة الاقتضاء هي إحدى الدلالات الإلتزامية التي توقف صدق المنطوق او صحته على إضمار 

Dalalah iqtidha merupakan salah satu dari beberapa bentuk dalalah iltizam yang sifatnya membutuhkan takdir lafaz tertentu untuk membuat benarnya informasi yang disampaikan (khabariah) atau sahnya suatu instruksi diberikan (insyaiyyah).

Ada juga sebagian Ulama menjelaskan maksud kaidah ini dengan pola lain.

Bahwa keyakinan dan keraguan-raguan yang dimaksud dalam kaidah ini adalah terhadap hal yang sama. Keyinanan yang ada sebelumnya tidak hilang sebab munculnya keraguan belakangan (as-syak at-thari'). Seperti seseorang yang memiliki keyakinan thaharah, keyakinan itu tidak batal akibat datangnya keraguan yang disebabkan oleh faktor lain. Munculnya keyakinan yang murni karena awalnya ia hanya memiliki satu dalil, yaitu berwudhu yang menunjukkan bahwa ia dalam keadaan suci. Lalu kemudian muncul keraguan disebabkan dalil suci yang ada sebelumnya kini dihadapkan pada dalil lain, yaitu ragu adanya hadas yang memungkinkan menjadi penyebab hukum thaharah tadi batal. Dalam hal perbenturan dua dalil seperti ini, yang diunggulkan adalah dalil yang menunjukkan suci karena sifatnya yakin dibandingkan dalil hilangnya suci yang sifatnya keragu-raguan. Maka dijelaskanlah bahwa "keyakinan terhadap suatu hukum (didasari dalil yang pasti) tidak menjadi batal akibat datangnya keraguan pada hukum itu (didasari dalil yang masih diragukan)".

اليقين في الشيئ لا يزول بطرو الشك في ذلك الشيئ بسبب تعارض دليل آخر

Berbeda halnya jika keraguan muncul terhadap hal yang sebelumnya diyakini. Misalnya seseorang yang awalnya meyakini kalau ia baru saja berwudhu dan kini dalam keadaan suci. Kini ia menjadi ragu kembali apakah benar tadinya ia sempat berwudhu atau tidak. Keraguan yang seperti ini tentu saja akan menjadi sebab batalnya keyakinan dan batal hukum kesuciannya.

Selain itu, perlu juga dipahami bahwa maksud kata "as-syak" dalam kaidah ini adalah keragu-raguan secara umumnya yang meliputi keraguan yang berimbang, zhan dan juga wahm. Artinya seseorang yang meyakini bahwa ia sempat berwudhu dan keadaannya suci, hukum kesucian itu tidak menjadi batal jika ia ragu-ragu berhadas setelahnya walau keraguan itu sangat kuat.

Demikian kurang lebih uraian singkat tentang kaidah ini. Jika ada yang keliru, dimohon masukan dan perbaikannya,,,

Semoga bermanfaat!

Muhammad Iqbal Jalil 

Samalanga, 9 Februari 2021

Sumber FB : Muhammad Iqbal Jalil

9 Februari 2021 pada 09.57  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Keyakinan Tidak Hilang dengan Sebab Adanya Keragu-raguan". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait