Janda

Janda - Kajian Islam Tarakan

Janda

Bagian 1

Banyak dianalisa orang bahwa motivasi Nabi SAW berpoligami semata karena menolong para janda. Setidaknya pendapat seperti itulah yang selama ini dianggap paling benar.

Namun saya kok agak penasaran juga dengan alasan 'menikahi untuk menolong para janda' itu. 

Selain karena saya belum menemukan alasan itu keluar langsung dari mulut Nabi SAW, juga ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab.

Misalnya : lalu bagaimana dengan para janda lainnya yang tidak dinikahi oleh Nabi SAW? 

Kenapa mereka tidak 'ditolong' juga oleh Beliau SAW? Kenapa yang ditolong hanya segitu doang? Yang lain kok nggak ditolong dengan cara dinikahi juga? 

Kira-kira apa alasan Nabi SAW tidak menikahi seluruh janda se kota Madinah? Bukan kah tidak ada larangan buat Beliau SAW untuk menikah lebih dari empat?

Kalau menikahi itu maksudnya menolong, seharusnya kan nikahi saja semua janda sekota Madinah, biar tidak terkesan pilih kasih. 

Jadi alasan Nabi SAW menikahi para janda semata karena menolong mereka, menurut saya perlu didiskusikan ulang. Setidaknya perlu divalidasi lagi. Sebab ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab. 

Setidaknya tema ini perlu penelitian lebih lanjut dengan melakukan serangkaian crosschek pada beberapa literatur.

oOo

Bagian 2

Di sisi lain kalau saya amati sisi tradisi dan budaya, saya menemukan ada banyak perbedaan yang cukup signifikan antara budaya nikah di masa kenabian itu dengan di masa kita ini.

Contoh sederhana masalah usia pernikahan. Sekilas kita menemukan fakta bahwa banyak wanita dalam tradisi masyarakat Mekkah Madinah saati itu yang menikahkan Puteri mereka di usia yang amat dini, malah lebih tepat disebut sebagai perkawinan anak-anak.

Dan juga bukan hal yang aneh kalau mereka mudah bercerai, juga diusia dini juga. Usia  masih teenage tapi sudah dua tiga kali jadi janda. Kayak gitu nampaknya bukan pemandangan yang asing. 

Khadijah ketika menikah dengan Nabi SAW sudah dua kali menjanda. Beberapa istri Nabi SAW lainnya pun begitu juga. Misalnya Ummu Salamah yang dua kali menjanda. 

Maka ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa meski Nabi SAW banyak menikahi janda, namun dari segi usia ternyata mereka masih muda-muda.

Nabi SAW menikahi janda itu benar, tapi jangan dibayangkan Nabi SAW menikah dengan sekumpulan nenek-nenek usia udzur dan menopose. Tidak seperti itu juga. 

Makanya beberapa wanita agak sewot kalau saya sampaikan analisa seperti ini. Sebab biasanya mereka menangkal poligami dengan senjata : Bahwa Nabi SAW berpoligami dengan nenek-nenek. Kalau suami mereka mau nikah lagi dengan alasna ikut Sunnah Nabi, maka menikahnya kudu dengan nenek-nenek juga.

Ternyata para istri Nabi SAW bukan nenek-nenek juga. Mereka memang janda tapi janda muda.

Temuan-temuan macam ini tentu perlu digali lagi lebih jauh lagi. Perlu dicross-chek silang dengan berbagai literatur. Tidak untuk dijadikan bahan perdebatan dan aksi goreng menggoreng opini. 

oOo

Bagian 3

Ketika Aisyah di usia 6 dinikahi Nabi SAW dan usia 9 tahun mulai tinggal serumah, sama sekali tidak ada reaksi negatif di tengah masyarakat Mekkah Madinah kala itu.

Tidak ada yang komplain dan menuduh bahwa pernikahan itu melanggar hukum karena melibatkan anak kecil. 

Dan itu terkonfirmasi kalau kita belajar  kitab-kitab fiqih klasik bab pernikahan terkait dengan fasakh dalam kawin gantung. 

Anak perempuan yang masih kecil dinikahkan oleh ayahnya dan ketika baligh dipersilahkan untuk memilih, apakah mau meneruskan pernikahannya atau mau difasakh. 

Jelas sekali ini menunjukkan bahwa di masa itu pernikahan anak kecil itu bukan hal aneh, setidaknya tidak termasuk kriminal. 

Berbeda dengan urf dan tradisi kita yang memandangnya sebagai tindak kriminal. Sehinngga pelakunya masuk penjara. 

Kasus Syeikh Puji dan Bupati Aceng adalah contoh bagaimana menikahi wanita di bawah umur melanggar undang-undang dan sanksinya dipenjarakan. 

Di Gambia hukumnya lebih kejam. Siapa saja yang menikahi wanita di bawah usia 21 tahun, dihukum masuk penjara 20 tahun. 

Perbedaan urf dan cara pandang ini fakta yang tidak bisa dipungkiri. Usia menikah di tiap budaya pasti berbeda-beda.

Apa yang dianggap wajar di suatu masyarakat tertentu, boleh jadi di masyarakat lain dianggap tindak kriminal dan pelakunya dihukum penjara. 

Di masa kenabian, kayak gitu bukan hal yang aneh. Biasa-biasa saja kalau di usia kanak-kanak para wanita sudah dinikahkan ayahnya, bahkan Nabi SAW sendiri pun jadi pelakunya. 

Abu Bakar yang usianya lebih muda dua tahun dari Nabi SAW malah menikahkan puterinya yang masih main rumah-rumahan dengan Nabi SAW. 

Buat budaya kita mungkin aneh dan bikin kita geleng-geleng kepala, tapi itulah faktanya. Dan tentu kita tidak perlu kita menista Nabi SAW hanya semata ada perbedaan budaya dan 'urf ini. 

Yang jadi catatan penting untuk mengakhiri tulisan ini bahwa semua budaya dan urf di zaman Nabi SAW bukan termasuk kewajiban syariah. Jadi sama sekali tidak perlu dihidup-hidupkan di zaman kita sekarang. 

Itu budaya, itu urf, bukan syariah. Jangan rancu jangan keliru.

Sumber FB : Ahmad Sarwat

Favorit  · 23 Februari 2021 pukul 10.07  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Janda". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait