Tarbiyah Now

Tarbiyah - Kajian Islam Tarakan

Tarbiyah

Tarbiyah itu bahasa Arab, artinya pendidikan. Di UIN ada Fakultas Tarbiyah, maksudnya fakultas  Ilmu Kependidikan. Lulusannya pada jadi guru agama.

Namun istilah Tarbiyah juga populer untuk menamakan jenjang pengkaderan, bahkan terlanjur menjadi sebutan buat sekelompok aktifis dakwah. Disebut sebagai kelompok Tarbiyah. 

Tentu isinya bukan mahasiswa fakultas Tarbiyah dan bukan guru agama Islam. Tapi lebih merupakan nama populer dari suatu fenomena aktifi di masyarakat. 

Nama Tarbiyah sendiri bukan nama baku, tapi sebutan populer saja. Kalau yang baku mungkin nama partai atau yayasan-yayasan resmi berbadan hukum.

Saya sendiri dulu sewaktu masih SMP dan SMA pernah ikut juga kegiatan tarbiyah ini. Biasanya masuk lewat jalur Seksi Kerohanian Islam (Rohis) di sekolah atau kampus. 

Untuk periode tahun 80-an, di sekolah dan kampus bisa bikin agenda kegiatan keislaman, rasanya sebuah pencapaian yang luar biasa. Mengingat di masa itu, roh semangat keislaman masih belum sepopuler sekarang. 

Siswi atau mahasiswi berjilbab hanya satu dua saja. Masjid dan musholla masih memanfaatkan gudang atau lahan kosong tak terpakai. Kalah jauh dengan kegiatan ekskul basket, bela diri, seni atau pencinta alam. 

Maka saya dan teman-teman lebih sering diejek sebagai cicek musholla. Karena memang mainnya di musholla melulu, bukan ke kantin atau studio. 

Banyak teman saya yang aktif di mushalla itu yang baru melek huruf Hijaiyah, maka saya berinisiatif membuka kelas BMQ alias Bimbingan Membaca Al-Quran.

Yang rajin ikut BMQ inilah nantinya yang direkrut ikut kajian ruitn seminggu sekali. Dan saat itulah dinamakan : ikut tarbiyah. 

Tapi apakah yang direkrut itu dijamin sudah lancar baca Quran? Hmm ya tidak juga. Lancar atau tidak lancar bukan ukuran. Tapi mau apa tidak mau ikut tarbiyah mingguan. 

Biasanya yang mau ikut tarbiyah rutin tidak seluruh peserta MBQ. Kalau bisa dapat 10 persen pun sudah lumayan sekali.

Zaman saya kelas 2 SMA dulu, saya sudah  gencar melahirkan group-group tarbiyah ini. Sasarannya tentu saja adik-adik yang kelas satu. Memanfaatkan senioritas dan juga 'keustadzan' dalam bimbingan baca Quran. 

Lalu ngapain aja yang dilakukan dalam tarbiyah waktu itu? 

Yang nomor satu pastinya kajian materi-materi keislaman. Sehingga materinya pun disebut dengan materi Tarbiyah. 

Yang sering jadi komplain biasanya soal kapasitas narasumbernya, yang ternyata hanya kakak angkatan atau setidaknya hanya alumni di sekolah atau kampus yang sama. Jadi lebih mengandalkan sisi senioritas, bukan kemampuan real dalam ilmu agama. 

Memang buat saya pribadi, kasusnya sedikit lebih istimewa. Karena saya yang jadi murobbi saya bukan kakak kelas atau alumni, tetapi memang sosok yang benar-benar ustadz atau setidaknya lulusan dari pesantren. 

Beliau adalah almarhum Ustadz Rahmat Abdullah. Untuk ukuran kapasitas keilmuan, dibandingkan para murabbi lainnya, jelas beliau di atas rata-rata. 

Tidak jadi murabbi pun, sebelumnya beliau memang biasa ceramah dimana-mana. Penguasaan bahasa Arabnya pun aktif meski tidak pernah mondok di Timur Tengah. Bacaan kitab dan bukunya pun sangat banyak.

Malah beberapa rekan saya satu group banyak yang tidur kalau pas lagi disampaikan materi tarbiyah. Kenapa? Karena pembahasannya terlalu tinggi. 

Saya pribadi dulu pernah ditugaskan beliau untuk jadi Nara sumber sebuah dauroh rekruitmen sesama anak SMA. Saya kelas dua di SMAN 3 Jakarta jadi narasumber merekrut adik kelas SMAN 43 Jakarta. 

Tapi beliau meminta saya menyampaikan materi yang bahkan belum pernah beliau sampaikan, yaitu materi tentang Fiwhus Sirah. 

Buku yang beliau sarankan untuk dibaca adalah Fiqhus Sirah karya Dr. Said Ramadhan Al-Buthi, ulama aktifis pergerakan asal Suriah. 

Bukunya masih asli berbahasa Arab. Kebetulan ayah saya punya satu dan berbekal kamus Arab Indonesia saya pun tertsatih-tatih memaknainya. Maklum saya masih SMA waktu itu, belum masuk LIPIA.

Masuk kuliah di UGM Jogja, saya 'ditransfer' ikut tarbiyah kepada alm. Dr. Yunahar Ilyas Lc. MA. Tiap malam Selasa bakda isya' membahas kitab berbahasa Arab karya Dr. Fathi Yakan, ulama asal Lebanon (ماذا يعني إنتمائي للإسلام).

Selesai diteruskan kitab karya Said Hawwa Al-Islam. Semua dalam bahasa Arab, padahal saya tidak bisa bahasa Arab.

Pasti beda banget dengan nasib teman se-tarbiyahan yang lain. Apalagi dibandingkan dengan yang di zaman sekarang-sekarang ini. 

Dulu tarbiyah itu memotivasi saya untuk banyak menuntut ilmu agama. Tidak puas hanya tarbiyah seminggu sekali, akhirnya saya pun pamitan kepada pak Yunahar untuk kembali ke Jakarta dan masuk LIPIA. Meninggalkan 3 semester di UGM. Semua justru atas saran dan pertimbangan beliau. 

Tujuannya apalagi kalau bukan mempermantab bahasa Arab dan serius mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Karena di dalam tarbiyah itu secara full dan intensif saya termotivasi dengan kuat untuk menuntut lmu agama dan menguasainya. 

Di LIPIA saya bertemu dengan Doktor Salim Segaf Al-Jufri,MA sejak kelas Takmili hingga Syariah. Beliau ngajar madah Qawaid Fiqhiyah, Ushul Fiqih dan pastinya Ilmu Fiqih.

Kenal 4 Mazhab denfan segala khilafiyahnya memang dari beliau. Yang bikin soal ujian kan beliau, karena beliau dosen. Sebutkan perbedaan pendapat para ulama dalam qunut shubuh lengkap dengan dalil masing-masing dan kenapa mereka berbeda pendapat. 

Di fakultas Syari'ah itulah saya sekelas dan sepermainan dengan banyak teman yang nantinya jadi tokoh di MUI, seperti Ustad Dr. Cholil Nafis dan Dr. Asrorun Ni'am Sholeh . 

Lulus kuliah S1 di LIPIA, selain melanjutkan kuliah di IIQ pasca sarjana, saya diminta Doktor Salim untuk bekerja di lembaga yang beliau inisiasi yaitu Pusat Konsultasi Syariah. 

Tugas saya menjawab soal dan pertanyaan dari khalayak. Sebuah konsep yang aslinya ingin mengadaptasi Lajnah Daimah di Saudi atau Darul Ifta' Al-Mishriyah di Mesir. Melayani pertanyaan dan konsultasi syariah 24 jam via online buat khalayak. 

Jadi kalau saya telusuri ke belakang, itulah makna tarbiyah bagi saya. Mungkin tidak sama buat tiap orang.

Oh ya pas teman-teman tarbiyahan itu belok kanan aktif berpolitik, entah bagaimana saya jadi terpisah dengan sendirinya. Saya memilih tidak berpolitik tapi malah menekuni ilmu agama saja. 

Lucunya, tidak ada yang merayu atau mengiming-imingi saya jadi caleg misalnya. Padahal teman-teman kuliah saya banyak yang jadi anggota DPR,  Bupati dan lainnya. 

Saya? Saya tidak tertarik dan tidak ditarik juga mungkin. Makanya sampai saat ini, saya belum pernah jadi anggota suatu partai, apalagi jadi pengurus. Tapi karena zaman dulu saya ikut tarbiyah, banyak pula saya diidentikkan dengan  partai mereka.

baca juga kajian Ustadz Ahmad Sarwat tentang Tarbiyah berikut :

1. Ustadz Rahmat Abdullah vs Dr. Salim Segaf Al-Jufri (#bag. 1)

2. Ustadz Rahmat Abdullah vs Dr. Salim Segaf Al-Jufri (#bag. 2)

3. Dari Dakwah Keras ke Era Tarbiyah (bag. 3, habis)

4. Materi Tarbiyah 1.0

5. Materi Tarbiyah 2.0

6. Materi Tarbiyah 3.0

7. Tarbiyah

Sumber FB : Ahmad Sarwat

6 Februari 2021 pada 07.30  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Tarbiyah Now". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait