Apakah Mereka Ghuluw?

Apakah Mereka Ghuluw?

Apakah Mereka Ghuluw?

Mari sejenak kita menakjubi bagaiamana sikap para pendahulu kita dalam mengungkapkan cinta, hormat, dan pengagungan mereka kepada Nabi Saw, saat beliau hidup maupun setelah wafat:

1. Imam Bukhori meriwayatkan, seorang sahabat bernama Miswar bin Makhromah, suatu kali menceritakan kejadian yg ia lihat saat perang Hudaibiyyah, "demi Allah, tidaklah Nabi ﷺ berdahak kecuali dahak beliau jatuh di telapak tangan salah seorang sahabat yg kemudian ia gosokkan ke badan dan wajahnya, dan tidaklah beliau berwudhu, kecuali para sahabat berebutan mengambil bekas air wudhu beliau ﷺ".

2. Imam Muslim meriwayatkan, sahabat Anas bin Malik bercerita, "sungguh aku melihat para sahabat mengitari Nabi ﷺ saat rambut beliau dipangkas, mereka berebutan untuk mengambil rambut Nabi ﷺ sehingga hampir tak ada rambut Nabi ﷺ yg jatuh kecuali sudah berada di tangan salah seorang di antara mereka".

3. Shofiyyah bintu Najdah meriwayatkan bahwa dahulu Abu Mahdzuroh memiliki rambut depan yg sangat panjang, "ketika aku menyuruhnya untuk memotong rambut itu, beliau mengatakan,

"لم أكن بالذي أحلقها و قد مسها رسول اللهﷺ بيده"

"Sy tidak akan memotong rambut yg telah dipegang oleh Rasulullah ﷺ".

(Hr. Hakim, Thabrani, dll)

4. Ketika peci Kholid bin Walid jatuh di peperangan, beliau terlihat sangat antusias untuk mencarinya, sahabat-sahabat lain yg tidak mengetahui nilai peci tersebut merasa prihatin melihat kecemasan Kholid bin Walid akan peci itu, Kholid bin Walid kemudian mengatakan, 

"لم أفعلها بسبب القلنسوة، بل لما تضمنته من شعره ﷺ لئلا أسلب بركته وتقع في أيدي المشركين"

"Sy tidak sampai melakukan ini karena sebuah peci, melainkan karena rambut Nabi yg berada di peci itu, aku khawatir jika keberkahannya dicabut dariku dan kemudian jatuh di tangan kaum musyrikin". (Hr. Hakim, Thabrani dll)

5. Sahabat Ahmad bin Fadlawih adalah diantara pemanah ulung di zaman Nabi mengatakan, "tidaklah aku memegang busur panahku kecuali dalam keadaan suci, karena aku tahu bahwa Nabi ﷺ dahulu pernah memegangnya". (Hr. Ibnu Majah)

~~~

Inilah di antara bukti bagaimana para sahabat sangat tau nilai dan kedudukan sang Nabi yg hadir di tengah-tengah mereka.

Tidak cukup sampai di sana, para ulama setelah para sahabat juga mengajarkan kita dengan perilaku mereka bagaimana kedudukan Nabi ﷺ.

Jika menyebut para ulama dalam hal pengagungan kepada Nabi, maka Imam Malik lah bintang teladan kita, tidaklah beliau menyampaikan hadits-hadits Nabi ﷺ kecuali dalam keadan terbaik beliau.

Saat Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur memasuki masjid Nabawi, khalifah berbicara dengan suara lantang, Imam Malik yg ada saat itu di sana kemudian mengatakan, 

"يا أمير المؤمنين، لا ترفع صوتك في هذا المسجد،...وإن حرمة النبي ميتا كحرمته حيا"

"Wahai Amirul Mu'minin, janganlah engkau meninggikan suaramu di masjid ini, sungguh kesucian dan kehormatan Nabi ﷺ setelah beliau wafat sama seperti saat beliau hidup"

Karena Allah Swt berfirman,

{لا ترفعوا أصواتكم فوق صوت النبي...الأية}

Cerita yg serupa juga dinukil oleh Qodhi 'Iyadh dalam As-Syifa bahwa dahulu ada orang yg mengatakan bahwa tanah Madinah itu jelek dan buruk, mendengar itu Imam Malik kemudian berfatwa agar ia didera 30 kali dan dipenjara, beliau mengatakan,

"تربة دفن فيها النبي ﷺ يزعم أنها غير طيبة!؟"

[الشفا للقاضي عياض، ٣٤٧]

"Bagaiaman mungkin tanah yg di sana dikuburkan jasad mulia Nabi ﷺ dianggap sebagai tanah yg tidak baik..?!"

Itu sedikit di antara banyak kisah yg diceritakan para ulama kita melalui jalur yg terpercaya mengenai pengagungan para sahabat dan ulama setelah mereka kepada sosok Nabi ﷺ.

Mau bilang para sahabat ghuluw?

Hal-hal tadi itu terjadi di hadapan Nabi, dan beliau tidak mengingkarinya.

Terakhir, tidak ada yg pantas kita katakan kecuali, "alangkah jahilnya kita akan kedudukan dan kemuliaan Nabi Saw.."

Bahkan, Imam Zarqony mengatakan bahwa kuburan Nabi Saw lebih mulia daripada Arsy,

نقل التاج السبكي عن ابن عقيل الحنبلي أنه أفضل من العرش، وصرح الفاكهاني بتفضيله على السماوات، وحكى عياض و الباجي و ابن عساكر الإجماع على فضله على جميع البقاع حتى الكعبة..

[العقود الجوهرية للإمام الزرقاني، ٨٢]

"Imam Tajuddin As-Subki menukil pendapat Imam Ibnu Aqil bahwa kubur Nabi lebih mulia dari Arsy, Imam Fakihani dengan jelas mengatakan bahwa kubur beliau lebih mulia dari seluruh langit, dan Imam Qodhi Iyadh, Al-Baji, dan Ibnu Asakir mengatakan bahwa sebuah ijma' ulama akan kemuliaan kubur nabi dari seluruh permukaan bumi ini, bahkan kakbah.."

Semoga dengan sedikit kisah ini, kita mengerti akan kedudukan beliau Saw.

Pujian-pujian yg ada di burdah-burdah dan di tertib sholawat yg ada, bukanlan berlebihan (ghuluw) kepada Nabi, beliau memang pantas untuk mendapatkan pujian-pujian itu, kecuali memang pujian yg sudah sampai mengeluarkan beliau dari derajat kehambaan, maka ini tidak boleh.

Tapi, ala kulli hal, bentuk pembuktian tertinggi kita dalam hal cinta kepada nabi adalah dengan mengikuti seluruh perintah beliau, meninggalkan seluruh larangannya, dan meneladani beliau dalam akhlaq zohir dan batin.

#Selamat_Maulid 

Sumber FB Ustadz : Amru Hamdany

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Apakah Mereka Ghuluw?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait