Keluwesan Hukum Islam

Keluwesan Hukum Islam - Kajian Islam Tarakan

Keluwesan Hukum Islam
by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA

Di dalam Al-Quran kita menemukan banyak sekali alternatif hukum yang bilamana kondisi tidak memungkinkan, maka ayatnya sudah memberikan alternatif pilihan dan jawaban.

Seolah-olah Al-Quran sudah memperkirakan bahwa kita tidak selalu berada pada kondisi ideal. Maka kita harus siap mengantisipasi semua keadaan. 

Berikut ini beberapa sample ayat yang memberi kita alternatif. 

1. Musafir / Sakit Boleh Tidak Puasa Ramadhan

Misalnya dalam kasus orang sakit dan musafir di bulan Ramadhan. Sejak awal ayat sudah mengantisipasinya dan membolehkan tidak puasa dengan konsekuensi qadha'. 

Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah : 184)

2. Orang Sakit Boleh Potong Rambut Selagi Ihram

Yang kepalanya kegatalan banyak kutu padahal lagi ihram, juga ayatnya turun memberikan kebolehan potong rambut. 

Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. (QS. Al-Baqarah : 196)

3. Haji Tamattu' Tidak Mampu Sembelih Kambing Silahkan Puasa

Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.  (QS. Al-Baqarah : 196)

4. Tidak Mampu Bayar Mahar, Nikahi Budak

Pemuda miskin kurang duit mau nikahi wanita bangsawan tidak mampu bayar mahar, silahkan nikahi wanita budak saja. Begitu Al-Quran berikan solusi. 

Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. (QS. An-Nisa' : 24)

5. Tidak Bisa Bebaskan Budak Karena Zihar

Telanjur menzhihar istri lalu menyesal dan ingin balik lagi, bisa? Oh tenang, bisa itu bisa. Tapi hukumannya berat sekali, yaitu kudu membebaskan budak. Kalau tidak mampu membebaskan budak, alternatifnya adalah puasa 2 bulan berturut-turut atau pun bisa juga dengan memberi makan 60 fakir miskin.

Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (QS. Al-Mujadilah : 4)

Hukuman ini mirip dan persis dengan hukuman menyetubuhi istri di siang hari Ramadhan. 

Dari situ kita jadi tahu bahwa kondisi tidak ideal itu bisa saja terjadi. Apalagi mengingat zaman akan terus berubah dan berganti. Dan ternyata hal itu terjadi banyak di masa kita sekarang.

Misalnya di dunia ini sudah tidak ada lagi orang berjual-beli dengan emas atau perak sebagai alat tukar. Alat tukar di masa sekarang adalah kertas yang diprint dan bisa mengalami inflasi nilai tukar. 

Ya sudah, memang itu faktanya. Memang keadaannya tidak seperti di zaman Nabi SAW, lantaran zaman sudah berubah. Al-Quran sudah banyak bicara dan mengantisipasinya. 

Buat kita, perubahan zaman itu bukan untuk disesali, apalagi untuk dimaki. Tapi untuk diantisipasi bagaimaan agar prinsip hukum syariah tetap bisa berjalan dalam segala kondisi.

Tidak ada perintah untuk mengembalikan kondisi di zaman kita agar kembali seperti di zaman Nabi SAW lagi. Dalam beberapa hal, keadaan kita sudah jauh lebih baik ketimbang di zaman Nabi SAW. Setidaknya hari ini sudah tidak ada lagi manusia dijadikan budak dan diperjual-belikan secara legal di pasar. 

Setidaknya kalau mau pergi ke tanah suci, tidak perlu lagi kita naik unta menembus pasang pasir buas berbulan-bulan lamanya. Di zaman kita, seorang wanita bisa dengan amannya pergi ke Baitullah tanpa mahram, dia tidak takut apapun kecuali hanya takut kepada Allah saja.

Setidaknya di zaman kita, sudah tidak perlu lagi setor harta zakat kepada orang kafir, sekedar untuk mendapatkan belas kasihan mereka, sebagaimana di masa kenabian dulu. Padahal waktu itu Al-Quran masih memberikan hak kepada orang kafir untuk disetorkan harta zakat, demi sekedar menaklukkan hati mereka (والمؤلفة قلوبهم).

Setidaknya di zaman kita, cukup pakai senapan otomatis AK-47, Uzi atau M-16 untuk bisa perang dan memberondong kumpulan musuh dengan peluru, tidak harus pakai busur dan anak panah yang jaraknya terbatas dan melepaskan anak panahnya kudu satu-satu. 

Pakai anak panah sih bisa membunuh musuh, tapi bila musuhnya ada 5 atau 10 orang, ya harus lima kali dan sepuluh kami melepas anak panah. 

Kalau pakai senapan otomatis, tinggal terretetetetet langsung pada mati semua. 

So, perubahan zaman itu tidak perlu ditangisi apalagi disesali, tapi diantisipasi. Begitu Nabi SAW mengajarkan kepada kita.

Sumber FB : Ahmad Sarwat
10 Agustus 2020 pada 11.43 · 
©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Keluwesan Hukum Islam". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait